Informasi tersebut disampaikan Dubes RI melalui dialog bersama dengan PPI Belanda dan juga lembaga yang memberikan beasiswa. “Kami melakukan kontak dengan penyedia beasiswa seperti LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, red.) untuk menyampaikan informasi. Termasuk juga soal bagaimana sistem atau cara belajar di sini, hal apa saja yang harus diperhatikan dan lainnya,” kata Dubes Mayerfas.
“Kami sampaikan informasi ini sebelum keberangkatan pelajar Indonesia ke Belanda. Saya juga meminta agar pelajar yang sedang belajar di sini juga membagikan informasi dalam berbagai kesempatan informal. Dalam waktu dekat, kami juga akan melaksanakan komunikasi dengan pelajar yang akan ke Belanda. Melalui jalur apa saja. Misalnya melalui forum di media sosial KBRI Den Haag dan PPI Belanda,” kata Dubes RI menambahkan.
Jadi, bagi para pelajar Indonesia yang ingin meneruskan studi di Belanda, sebisa mungkin dibantu PPI- Belanda. Paling tidak melalui media sosial PPI kota bisa memberikan informasi ketersediaan kamar atau apartemen yang kosong di kota tempat tinggal mereka.
“Saya mendapat informasi, ada beberapa mahasiswa Indonesia yang saat ini sudah mendapatkan tempat tinggal sejak Mei lalu. Padahal yang bersangkutan belum ada di Belanda, karena memang kuliah baru akan dimulai September nanti. Jadi pembayaran dilakukan sejak Mei dan terus berjalan meskipun kamar dalam keadaan kosong,” ungkap Dubes RI.
“Pilihan ini terpaksa dilakukan dari pada tidak ada tempat tinggal pada saat mulai kuliah. Jadi bisa dibayangkan sulitnya mahasiswa untuk bisa mendapatkan tempat tinggal. Keterbatasan Diaspora Indonesia di Belanda untuk menampung mahasiswa,” kata Dubes Mayerfas.
Di sisi lain, Diaspora Indonesia di Belanda juga tidak mudah menerima orang yang menginap di rumah. Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama berurusan dengan administrasi pemerintah kota terkait pajak dan aturan lainnya. Kedua, masalah budaya. Orang Belanda tidak mudah menyesuaikan diri dengan orang baru selain keluarga yang sudah dikenal sebelumnya.
Namun menurut Dubes Mayerfas, secara kasus perkasus bisa saja diupayakan. Misalnya diaspora yang menikah dengan orang Belanda ini kondisinya memungkinkan untuk menampung mahasiswa untuk sementara waktu atau beberapa hari saja. Namun hal tersebut juga tidak mudah dan sangat tergantung dari kondisi rumah tangga mereka. Karena tiap orang memiliki situasi dan kondisi yang berbeda beda.
Salah seorang warga Indonesia yang tinggal di Groningen, Ade Diyah Purnamayanti mengatakan pencarian kamar kos untuk mahasiswa Indonesia di Groningen naik pesat sejak 2017 lalu.
“Saya baru baru ini dikontak seorang kenalan dari Universitas Indonesia. Ia minta tolong supaya saya bisa mencarikan tempat tinggal buat sekitar 200 an mahasiswa yang akan sekolah di Groningen. Kebetulan saya memang menyewakan kamar untuk mahasiswa Indonesia. Nama saya bahkan sudah ada dalam daftar makelaar resmi di Belanda. Tapi karena satu dan lain hal, tahun ini kami tidak menerima dulu,” kata Ade.
Menurut informasi dari pemerintah kota (gemeente), hampir di setiap kota di Belanda saat ini sulit mendapatkan tempat tinggal. Kalaupun ada harga atau biaya sewanya juga sangat mahal.