Penulis: Rieska Wulandari

Wartaeropa.comEnam ratus tahun lalu, Duomo, Katedral Milan Italia, bisa dibangun karena insinyurnya membangun kanal air terlebih dulu untuk membawa materi marmer –yang beratnya bisa berton-ton- dari Gunung Candoglia. Jauh sebelum Milan membangun kanal, kerajaan Tarumanegara di Bekasi, 1500 tahun lalu, sudah membangun kanal Gomati dari sungai Candrabaga untuk menghindari banjir dan memberikan irigasi untuk kawasan pertanian mereka.

 

AKHIRNYA, ada juga serial sejarah peradaban manusia yang tidak melibatkan alien, tampil dalam serial berjudul “Ancient Apocalypse”, yang tayang di Netflix.

Host acara ini adalah jurnalis senior dan penulis buku Graham Hancock. Dia sering dikritik oleh para arkeolog karena keberaniannya menawarkan perspektif yang sama sekali berbeda dengan mazhab sejarah yang selama ini kita kenal. Mazhab itu menyebutkan bahwa pada masa zaman es, peradaban manusia sangat terbelakang, hanya pemburu dan pengumpul makanan. Graham berani mengoreksi dengan mengatakan kalau perspektif itu salah.

Graham, yang sudah 50 tahun berkarir sebagai jurnalis dan juga menulis banyak buku, mendobrak publik dengan serial “Ancient Apocalypse”. Serial itu membahas Gunung Padang (The Hill of Enlightment) di Cianjur Jawa Barat, Indonesia, dalam 8 edisi. Tampil perdana di Netflix pada 11 November lalu.

Situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. (Foto: Wikipedia)

 

Dalam edisi tersebut Graham berargumen bahwa manusia di beberapa belahan dunia sudah punya peradaban yang tinggi. Mereka hidup berdampingan  dengan para pemburu dan pengepul  makanan yang hidup di zaman es.

Jadi, menurutnya, ada peradaban yang mampu membangun situs kolosal yang membutuhkan peralatan,  keterampilan, dan pengetahuan tingkat tinggi. Namun ada pula kelompok yang hidup 100 persen pada kemurahan alam dengan berburu dan mengumpulkan buah.

Apakah argumen ini masuk akal?

Ya, kalau melihat potret dunia saat ini. Di kota-kota besar, manusia hidup dalam peradaban yang kompleks dan sophisticated (canggih)  berdampingan dengan peradaban kelompok manusia yang masih berburu ikan, celeng, rusa, terwelu, burung, pengepul madu, buah-buahan, jelai, dan sebagainya.

Kita bisa melihat secara gamblang, dua peradaban dengan gaya hidup berbeda. Yang satu di kawasan perkotaan, sedangkan yang lainnya di kawasan pegunungan, tepi pantai, atau terisolasi di pulau-pulau terpencil.

Apakah kontradiksi ini bisa terjadi di zaman es? Menurut Graham, sangat bisa!

Bagi saya pribadi, riset dia menarik, karena sebagai jurnalis dia tak hanya berpatokan pada riset arkeolog dan sejarawan. Dia juga memperhatikan ilmu lain, antara lain geologi dan astronomi. Dua bidang yang sepertinya tak ada kaitannya dengan arkeologi. Tapi Graham membuka analisa dengan pisau geologi dan astronomi, yang sepertinya perspektif ini enggan dijalani oleh para arkeolog karena akan mengubah semua teori buku sejarah yang sudah jadi patokan umum.

Dari geologi, kita menyadari bahwa ribuan tahun lalu, wajah bumi tidak sama dengan sekarang. Benua dan pulau memiliki bentuk yang berbeda karena ada momen mendadak ketika air tiba-tiba memenuhi bumi, karena sebuah fenomena alam yang dapat dijelaskan secara keilmuan/sains

Dari sisi astronomi, kita menyadari bahwa bumi tak hidup sendirian di galaksi ini dan kalanya bumi bertemu dengan komet.

Komet memiliki siklus, ada yang melintas jauh dan menjadi penghias gelapnya malam, tapi ada yang membawa asteroid dan bersifat destruktif, bisa menghancurkan bumi.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *