Salah satunya, terjadi 12.800 tahun lalu, dan bukan tidak mungkin, sesuai siklusnya, komet ini akan kembali bertemu bumi dan menampilkan “jejak mahakaryanya”.

Menurut Graham, pada semua bangunan kolosal yang hadir 1000 tahun setelah hujan meteor/komet, yang tersebar di Mesir, Malta, Meksiko, Amerika, yaitu pada setiap peradaban yang survive, berusaha memberikan tanda pada manusia, bahwa di masa lampau,  pernah ada kehidupan yang sangat  canggih, namun hancur oleh hantaman meteor yang awalnya terlihat seperti hujan komet.

Dalam peradaban tua, mereka menampilkan komet sebagai ular dari angkasa. Itulah kenapa, ular dan banjir besar sebagai akibat dari hantaman komet (yang secara geologis terbukti mencairkan es dan mengakibatkan banjir besar dan itulah yang mengakhiri masa ice age) ada pada semua peradaban purba.

Yang harus menjadi pikiran kita adalah, komet itu akan kembali, sesuai siklusnya. Itulah esensi mengapa pada masa prasejarah, orang-orang itu membuat bangunan kolosal, tugu peringatan yang dibangun oleh mereka dengan berpatokan pada rasi dan gugur gemintang.

Selanjutnya, berkaca pada 12.800 tahun lalu,  apakah kita akan lebih siap?

Sundaland/Sondaland, secara geologis adalah salah satu tanah yang memiliki fisik berbeda pada zaman es. Eksistensi situs Gunung Padang, memberikan bukti bahwa pada belasan bahkan puluhan ribu tahun yang lalu itu, ada peradaban tinggi, saat bagian bumi yang lain masih berupa es.

Kok bisa? Karena posisi dan iklimnya, Sundaland adalah tanah yang paling nyaman untuk hidup bagi manusia di zaman itu dan selama ribuan tahun, mereka bisa membangun kemampuan untuk menjadi lebih cerdas dari peradaban lain.

Pengalaman saya sebagai jurnalis saat membedah Borobudur untuk National Geographic Indonesia, juga menggunakan kacamata geologis. Helmi dari UGM, melalui analisa geologisnya berkaitan dengan sedimen, menyampaikan bahwa Borobudur dahulunya dikelilingi danau.

Air merupakan elemen penting dalam pembangunan.

Seperti dilakukan pada enam ratus tahun lalu. Duomo, Katedral Milan, bisa dibangun karena insinyurnya membangun kanal air terlebih dulu untuk membawa materi marmer –yang beratnya bisa berton-ton- dari Gunung Candoglia. Jauh sebelum Milan membangun kanal, kerajaan Tarumanegara di Bekasi, 1500 tahun lalu, sudah membangun kanal Gomati dari sungai Candrabaga untuk menghindari banjir dan memberikan irigasi untuk kawasan pertanian mereka.

Sundaland pun dahulu tidak terputus dari Asia, tapi masih tersambung dengan Sumatera dan benua Asia.

Masalahnya, kok tidak ada bukti-bukti pendukung?

Sekali lagi, kembali pada analisa geologis. Jika benar air tiba-tiba naik akibat hujan meteor membumihanguskan lapisan es dan menenggelamkan banyak peradaban, maka kemungkinan saat ini, bukti-bukti arkeologis sebelum zaman es, tenggelam sekitar 120-200 m di bawah permukaan tanah/permukaan laut.

Menurutnya, bukti arkeologis itu bukannya tidak ada, tapi masih tersembunyi.

Bagaimana pendapat Anda? Menurut saya sih, kita butuh lebih banyak arkeologi laut/marine archeologist pasti akan lebih banyak rahasia lalu terkuak jernih. []

Keterangan:

Foto headline: gambar rekaan tampak asli dari situs Gunung Padang, di Cianjur, Indonesia. (Foto: Ist.)

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *