Yang jelas, Republik Prancis ke-5 akan dihadapkan pada situasi cohabitation (kohabitasi) atau presiden terpaksa memimpin negara bersama perdana menteri hasil pilihan partai oposisi.
Kohabitasi ini akan menjadi kali ke-3 bagi Republik Prancis ke-5, sebutan bagi rezim politik Prancis yang diterapkan sejak akhir 1958.
Akankah terjadi kohabitasi sederhana antara presiden dengan satu blok oposisi? Ataukah kohabitasi yang lebih rumit, artinya tak ada blok politik yang meraih kemenangan mutlak?
Terancam krisis politik
Dalam kondisi seperti itu, para pengamat politik memprediksi, bukan tidak mungkin Prancis akan mengalami krisis politik.
Presiden akan sulit bekerja karena perdana menteri akan menjegal program-program presiden. Dan, bisa diprediksi parlemen akan selalu ‘ramai’.
Program-program tawaran perdana menteri pun akan sulit ditetapkan akibat pertentangan dari partai-partai oposisi lainnya bahkan dari presiden.
Prancis akan mengalami krisis politik. Di sisi lain, akankah Emanuel Macron berhasil bertahan hingga akhir mandatnya pada tahun 2027 nanti?
Sebagai salah satu pilar Uni Eropa dan anggota NATO (organisasi pertahanan dan keamanan negara-negara Atlantik Utara), drama panggung politik Prancis akan disimak oleh dunia internasional.
Situasi internasional sedikit banyak akan terpengaruh oleh hasil final pemilu legislatif Prancis tanggal 7 Juli nanti.***
Foto Headline: Poster kampanye di kota Conflans Sainte-Honorine. (Foto: Sita Phulpin)