Jumlah ini mencakup sejumlah konstituensi “tembok merah” yang hilang dari Partai Konservatif pada pemilihan sebelumnya tahun 2019, serta kursi yang telah didominasi oleh Partai Nasional Skotlandia selama hampir satu dekade.
Partai Konservatif kehilangan 250 kursi, sementara persentase suara mereka merosot dari lebih dari 40 persen pada 2019 menjadi di bawah 25 persen.
Namun, baik Partai Buruh maupun Demokrat Liberal mencatatkan perolehan kursi yang signifikan, meski hampir tidak mengalami peningkatan dalam persentase suara mereka.
Sistem pemilihan “first-past-the-post” di Inggris berarti Partai Buruh akan menempati sekitar 60 persen dari kursi di House of Commons, dengan kurang dari 35 persen suara.
Persentase suara tersebut lebih rendah dari yang dicapai mantan pemimpin Jeremy Corbyn pada 2017, ketika ia kalah dari Partai Konservatif yang dipimpin oleh Theresa May.
Sementara itu, Reform UK yang dipimpin oleh Nigel Farage memenangkan lima kursi, tetapi mengumpulkan lebih dari 14 persen suara, menjadikannya partai terbesar ketiga berdasarkan persentase suara, mengungguli Demokrat Liberal.
Persahabatan antara Inggris Raya dan Indonesia secara politik masih saja panas dingin.
Di satu sisi tidak ada keseriusan dari pemerintah Inggris, dan Indonesia kurang gigih dalam memenangkan kontrak bilateral bebas pajak.
Namun lain halnya dengan persahabatan antara Indonesia dan Istana Windsor.
Persahabatan ini dipelopori mendiang Major Richard Moore MVO, Perwira Kerajaan Inggris kelahiran Jawa, yang kemudian diteruskan oleh Penasihat Raja Gubernur Windsor Jendral Peter Pearson. Persahabatan ini makin hangat dan baik.
Baru-baru ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga Uno bersama Jendral Pearson meresmikan Waroeng Windsor di Windsor.
Hal ini wajib terus dibina, kendati dalam segi politik dan ekonomi perdagangan masih sangat lemah.
Semoga di era politik baru nanti pada Oktober 2024, kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Inggris akan semakin baik.***