Karena bersifat abadi, lalu secara paradoks bisa menjadi tonggak sebuah era, menjadi gaya baru dan “trendsetter”.
Selamanya akan dikenang dan masuk dalam buku sejarah sebagai “mahakarya”.
Kita tidak asing dengan mahakarya. Ada lukisan di Maros, Sulawesi Selatan, yang dianggap sebagai lukisan tertua di dunia. Usianya 51.200 tahun. Artinya, kita pionir pembuat mahakarya.
Selanjutnya, karya megalitik di seluruh Nusantara, dari mulai Papua hingga Sumatera (saya selalu melihat seni dari Timur ke Barat, mengikuti sinar matahari).
Kemudian sang enigma Gunung Padang, sang megah Borobudur, dan si cantik rupawan Prambanan.
Belum lagi tarian kita, tak sekadar lekukan tanpa bentuk. Tarian dan nyanyian kita adalah cara kita berkomunikasi dengan Sang Abadi.
Tak ada yang dibuat sembarangan, karena kita berusaha menyenangkan Sang Abadi yang berarti seni kita juga sakral.
Itulah esensi berkarya. Mengapa seniman harus punya spirit berempu, ketika dia sedang mengerjakan karyanya.
Karya yang buruk akan menjadi tonggak kemunduran bangsa, runtuh dan dilupakan.
Kita maafkan keteledorannya, kita ingat terus pelajarannya. Semoga jadi bahan perenungan seluruh umat manusia.***
#bhinnekatunggalika #diversitybutone
Salam berkesenian, salam semangat penuh damai, sayang, empatik, cinta kasih, persahabatan, gotong royong, tepa selira, simpati, peduli, dan tentu saja mari junjung sportivitas.
Milan, 1 Agustus 2024.
Ilustrasi: Dewa Krishna dan Saktinya, Radha.