Pembawa obor pun baru tahu pada menit-menit terakhir, siapa saja atlet atau mantan atlet yang mendapat kehormatan bersama-sama mengusung obor.
Penampilan Lady Gaga di awal acara dan Céline Dion sebagai pamungkas acara, menjadi kejutan indah bagi para pemirsa.
Sebelum keduanya tampil di panggung, para insan media hanya menduga-duga saja penampilan kedua superstar internasional itu. Beberapa hari sebelumnya keduanya kepergok saat tiba di Bandara Charles de Gaule.
Thomas Jolly, sutradara sekaligus direktur artistik acara pembukaan berhasil dengan gemilang menampilkan seluruh aspek masyarakat Prancis yang lekat dengan sastra dan seni budaya.
Selama empat jam, penonton disuguhi pertunjukan seni yang mewakili jati diri serta reputasi Prancis.
Nyaris tak ada yang luput dari “keisengan” Jolly, termasuk tikus Paris! Hewan pengerat itu sejak lama menghantui kota Paris, dan sering dijadikan tokoh dalam literatur dan budaya Prancis.
Revolusi Prancis, tari French Can can, kisah Pangeran Cilik, film kartun Les Minion, metro, lorong saluran air di bawah tanah, tak luput dari sentilan Jolly.
Juga Catacombe (tempat meyimpan tulang-tulang manusia dari makam-makam tua), museum, perpustakaan, industri barang mewah, atap gedung-gedung di Paris, dan para pahlawan wanita Prancis.
Tak ketinggalan legenda sepak bola kesayangan Prancis, Zinedine Zidane.
Pesan yang ingin disampaikan Jolly pada dunia adalah masyarakat Prancis terdiri dari berbagai ras, seni, budaya, dan menerima semua orang, apa pun orientasi seksualnya.
Acara pembukaan yang kontroversial
Namun tak ada gading yang tak retak. Kendati pelaksanaan acara pembukaan tersebut dinilai sukses oleh lebih dari 85% masyarakat di Prancis, beberapa pertunjukan yang ditampilkan menuai kritik tajam, utamanya dari dunia internasional.
Dari dalam negeri Prancis, kritik dilontarkan oleh beberapa tokoh politik, terutama dari komunitas Kristiani.
Konferensi Uskup Katolik Prancis menyesalkan bagian parodi yang dianggap mengolok-olok kristianisme, meskipun tetap memuji keberhasilan panitia menampilkan pentas yang indah penuh keceriaan ke seluruh dunia.
Menjawab tuduhan menghina kristianisme, Thomas Jolly dalam jumpa pers menjelaskan, dirinya tak ada niatan untuk menyinggung kelompok agama tertentu.
Menurutnya, yang diparodikan oleh para seniman komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) sebenarnya bukanlah lukisan Leonardo da Vinci yang berjudul Perjamuan Terakhir (The Last Supper).
Lukisan yang dimaksud menggambarkan makan malam terakhir Yesus bersama para rasulnya sebelum ditangkap dan kemudian disalibkan.