Indira juga sempat terlibat sebentar di sebuah project pendampingan pasien demensia di Amsterdam yang menggunakan metode suara dan menyanyi. Karena terlibat dalam project ini, saya tampil sebagai cameo dalam film dokumenter mengenai project ini dengan judul “Beyond Words”, yang tayang perdana pada April lalu di Amsterdam.
Saat ini, dia rutin berlatih olah raga bela diri Aikido dua kali seminggu. Dia pun menjadi guru Bahasa Indonesia di Indonesia House Amsterdam sekali seminggu sebagai bagian dari program reguler Atase Pendidikan dan Kebudayaan.
Di sela-sela kesibukannya itu, dia bersama sang suami, Luhur Bima atau teman-temannya, berjalan-jalan atau bersepeda, menjelajah Belanda maupun negara-negara di Eropa lainnya.
Memang traveling, hiking di alam, bersepeda, mengunjungi galeri dan museum, dan membaca buku merupakan hobi Indira sejak lama.
Untuk meraih gelar doktornya, disertasi penelitian Indira adalah mengenai asesmen dan intervensi masalah kesehatan mental terkait dengan trauma untuk masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa Indonesia.
Dia menggunakan perspektif psikotraumatologi, public mental health, dan e-mental health dalam penelitian. Ide awalnya adalah tingginya risiko masyarakat Indonesia mengalami peristiwa traumatis dan masalah kesehatan mental terkait dengan trauma.
Hanya saja, treatment gap di Indonesia sangat tinggi, banyak masyarakat, khususnya yang belum atau tidak mendapatkan layanan kesehatan mental karena berbagai alasan, seperti terbatasnya literasi kesehatan mental, belum meratanya layanan kesehatan mental, masalah finansial, aspek geografis, dan berbagai aspek lainnya.
“Saya terdorong untuk membuat sebuah produk intervensi sederhana yang tidak berbayar dan dapat diakses oleh masyarakat Indonesia secara bebas dari tempat manapun mereka berada, sekaligus memberikan edukasi yang akurat terkait dengan kesehatan mental dan trauma,” kata Indira.
Terlebih lagi di masa dimana banyak sekali informasi kesehatan mental yang tidak akurat beredar di internet maupun media sosial. Dia mengharapkan dengan adanya psikoedukasi berbasis website yang dia buat, dapat menjadi sumber informasi yang akurat bagi mahasiswa, meningkatkan literasi kesehatan mental dan mendorong akses ke layanan kesehatan mental, sekaligus dapat menjadi sarana pertolongan pertama bagi mereka untuk membantu diri sendiri saat mengalami masalah kesehatan mental.
Ada sekitar 30 orang Indonesia dari berbagai profesi dan latar belakang, seperti website developer, illustrator, psikolog, pemimpin komunitas, editor, translator, yang terlibat dalam project tersebut.
“Mereka semua orang-orang bertalenta dalam bidang masing-masing dan memiliki hati yang besar untuk masyarakat Indonesia. Saya sungguh berterima kasih atas bantuan dan kerjasama mereka,” kata Indira.
Penelitian Indira menganut prinsip evidence-based, sehingga dia perlu memastikan bahwa produk ini terbukti secara ilmiah dan bermanfaat sebelum diluncurkan secara resmi.
“Mohon doa agar proses akhir ini berjalan dengan lancar dan bermanfaat untuk banyak orang,” kata Indira menjelaskan proyek website self-help terkait dengan trauma yang sedang dia garap.
Riset yang dia tekuni sejak 2019 sempat terkendala oleh pandemi selama dua tahun. Akibatnya, dia pun harus mengubah arah riset dan memulai dari awal. Selain itu, dia pun merasakan tantangan riset doktoral di Belanda yang sangat menekankan pada kualitas penelitian dan kemandirian yang sangat tinggi.
“Saya perlu bekerja keras untuk mencapai standar kualitas penelitian yang disyaratkan oleh supervisor dan komunitas akademis internasional,” kata Indira.
Namun kendala tersebut berhasil telah diatasi. Saat ini Indira sudah menyelesaikan seluruh proses pengambilan data dan menerbitkan beberapa publikasi ilmiah. Saat sedang dalam proses penulisan publikasi akhir dan disertasi.