Berlin, Wartaeropa.com – Sebanyak 1.047 mahasiswa Indonesia diberangkatkan ke Jerman melalui program magang ilegal oleh agen penyalur tenaga kerja.
Pada kenyataannya, angka mahasiswa Indonesia yang tereksploitasi dalam kontrak kerja berkedok magang itu jauh melebihi itu.
Kasus eksploitasi mahasiswa, yang masuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) itu kini sudah ditangani Bareskrim Polri, dan sudah ada lima tersangka dari pihak agen.
Atase Polri KBRI Berlin Komjen Pol Shinto Silitonga mengungkapkan, para mahasiswa di luar negeri masuk dalam kelompok rentan tereksploitasi dan tereksploitasi lanjutan.
“Saya katakan bahwa rekrutmen itu bukan magang. Tapi teman-teman (mahasiswa) dihadapkan pada pekerjaan dengan kontrak,” kata Kombes Shinto, dalam “Webinar Edukasi: Cegah Penipuan Berkedok Studi dan Magang di Eropa”, yang digelar PERINMA (Perhimpunan Eropa untuk Indonesia Maju), Rabu 29 Januari 2025 pukul 19.30 CET/01.30 WIB.
Pada Webinar yang dipandu moderator Andi Tinellung itu, Shinto menyayangkan adanya mahasiswa atau pun fresh graduate (baru lulus) yang jadi korban, namun tidak merasa menjadi korban.
Seperti diungkapkan seorang mantan pemagang di Hungaria pada diskusi itu, bahwa selama mengikuti magang beberapa temannya menyatakan bangga sebagai fresh graduate bisa kerja di luar negeri, bahkan menghasilkan gaji yang besar dibanding kerja di Tanah Air.
Bahkan seorang peserta webinar dari Ceko menegaskan bahwa seburuk-buruknya kerja di Ceko tidak lebih buruk dari kerja “normal” di Indonesia. Itu karena gajinya bisa mencapai tiga kali lipat daripada di Indonesia.
Shinto menilai, pemagang dari Hungaria dan Ceko tersebut sejatinya adalan korban. Namun mereka seolah mempresentasikan perusahaan perekrut yang notabene ilegal.
“Ini kan fenomena, fakta-fakta sosial, yang bagi saya pribadi, kita akan dipecah, diadudomba,” tegas Shinto, pada diskusi online yang diikuti ratusan peserta dari seluruh dunia tersebut.
Shinto mengaku sedih karena program magang ilegal yang harus dihindari itu malah terperdaya dengan aspek upah yang diterima. Dalam hal ini, korban merasa puas dengan upah besar yang diperoleh di luar negeri, kendati tereksploitasi.