Artikel tentang Art Biennale, Venezia 2019. (Repro: Pikiran Rakyat)

Orang Jawa, melalui dalang, selalu mengawali cerita wayangnya dengan gunungan.

Mengapa? Karena itulah esensi kekuatan, sumber kesuburan sekaligus kematian, sumber kebahagiaan sekaligus nestapa, mereka yang survive dari kawah candradimuka amukan sang gunung, jadi pengamat sekaligus saksi: gunung adalah sang berkah, juga sang sapu jagat.

Menangkap esensi yang ada namun tiada ini, kemudian diterjemahkan dalam laku spiritual, menghayati bahwa yang tiada Itu adalah semesta dan semesta adalah energi dan energi adalah Tuhan. Sang Hyang.

Maka tak mengherankan jika tanah Sunda disebut Parahyangan. Artinya Tanah Sang Hyang.

Karena Tuhan adalah suwung, maka tak heran kalau Gunung Padang pun void, suwung, tak ada isinya.

Apakah karena orang Sunda miskin? Salah, justru karena orang Sunda kaya! Gunung-gunung mereka adalah dapur semesta, batu mulia intan permata (Galuh), mineral, air panas, uap, logam dari yang umum sampai yang paling langka, ada di tanah Sunda. Lalu kenapa Gunung Padang, kuilnya orang kaya, dalamnya kosong?

Karena orang Sunda tidak materialisme. Mereka paham percuma menumpuk materi bila alam mengamuk, gunung berguncang, maka banjir lahar, gempa bahkan tsunami akan menghantam mereka tanpa ampun.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *