Menurutnya, kerajaan lokal sangat makmur karena perniagaan komoditas ini.
Marcopolo adalah seorang penjelajah, Anak bangsawan Nicolo dari Venezia, yang bukunya diberi judul Il Milione (sang jutawan).
Adolf Winkler, yang berkunjung ke Pakuan Pajajaran pada 1690 mengatakan, kota ini terletak di antara dua sungai yang pararel, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane, dan istananya bernama: Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati.
Berdasarkan namanya, para ahli memperkirakan, istana ini terdiri dari lima gedung yang berbaris dari Utara ke Selatan.
Dari nama tersebut, banyak istana di tanah Sunda juga bernama Sura, misalnya di Galuh, Kawali, yang bernama Surawisesa dan Banten Surasowan.
Untuk pekerjaan sehari-hari, raja dibantu seorang Mangkubumi, yang mengontrol pekerjaan Wado, mantri, nu nangganan, dan syahbandar, yaitu seorang yang bertugas mengatur perdagangan di pelabuhan-pelabuhan milik Raja.
Sementara wilayah-wilayah jajahan dipimpin oleh raja wilayah yang wajib membayar upeti pada raja utama.
Jika raja mangkat, maka akan digantikan oleh putranya. Jika tak ada putra maka dapat digantikan oleh perwakilan raja dari wilayah jajahan melalui sistem pemilu.
Tanah Sunda pesisir juga berbisnis dengan saudagar dari Pariaman (Sumatera Barat) yang menjual kuda, emas, Cendana, Barus, sutra, lilin, madu.
Saudagar Sunda juga memiliki kapal dan berdagang hingga Malaka jauh sebelum Malaka menjelma menjadi pelabuhan yang sibuk.
Mereka punya kapal yang disebut lancharas yang mampu mengangkut muatan sebanyak 150 ton, atau pangajawas atau kapal kargo.
Tome Pires juga menggambarkan bahwa Kerajaan Sunda memiliki lebih dari 6 kapal lancharas gaya Sunda yang layarnya dilengkapi sebuah instrumen, seperti crane dan tangga, sehingga mudah untuk melakukan navigasi (perjalanan laut).
Mereka juga punya budak laki-laki dan perempuan yang berasal dari Maladewa, yang jaraknya hanya 6-7 hari pelayaran.
Sebagai negara agraris, Sunda juga menghasilkan padi, asem, Java long pepper atau lada panjang, yang kualitasnya lebih prima dibanding produksi Chocin (wilayah antara Vietnam dan Cina). Bahkan juga lebih baik dari Jawa (Ta Pan).
Jumlah produksi Long Pepper Sunda mencapai 1000 Bahar, dimana 1 Bahar setara 400 kg, sementara asam Jawa bisa mengisi penuh ribuan kapal.
Selain itu, produksi tanah Sunda yang diekspor adalah kacang dan air mawar.
Sunda juga mengekspor buah labu panjang, labu bulat, tebu, kacang merah, terong.
Penyadap nira juga membuat minuman alkoholik (tuak). Pedagang kelapa menjual minyak kelapa dan petani palem menjual gula aren, ada juga penjual ikan asin, ayam, kerbau air.
Sementara itu, komoditas ternaknya berupa sapi, kambing, babi, unggas dan daging.
Tanah Sunda memiliki 4000 ekor kuda yang menjadi komoditas penting, namun mereka tidak membuat kuda anakan, melainkan membelinya dari Pariaman.
Adapun kerbau buffalo sondanicus dan rusa banyak ditemukan, tapi tidak dijual.
Sementara itu pekerjaan gembala disebut rare angon, yang membawa domba dan kerbau air, pacelengan yaitu peternak babi, pakotokan peternak ayam, namun tidak ada peternak kuda.
Ekspor lainnya yang berharga adalah cula badak dari Rhinoceros sondanicus (badak jawa).
Nelayan yang menyelam saat mengambil ikan disebut palika. Alat-alat nelayan berupa jala, tapi ada cara lain untuk memanen ikan yang disebut marak (murak).
Orang Sunda juga punya ahli batik disebut pangayeuk dan ragam motif batik seperti kembang muncang, gagang senggang, sameleg, sèmat sahurun, anyam cayut, sigèjj, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng rengganis.
Selain itu juga jayanti, cècèmpaan, paparanakan, mangin haris, sili ganti, boleh siang, bèbèrnatan, papakanan, surat awi, Parigi nyengsoh, gaganjar, lusian besar, kampuh jayanti, laris, hujan riris, boeh alus dan ranggen panganten.
Tanah Sunda juga kaya dengan ahli/pandai logam, misalnya pandai mas, pandai wesi, pandai dang, pandai glang.
Mereka membuat berbagai keperluan harian dan upacara, antara lain pedang, cambuk, pisau, belati, Kampak, pisau sadap, golok, kala katri, peso raut, peso dinding, pangkot, pakisi dan danawa.
Kondisi pelabuhan saat itu sudah sangat kosmopolit dengan berbagai bahasa. Ada juru bahasa darmamucaya atau penerjemah yang memiliki keahlian dalam bahasa: Cina, Kling/Keling/India, Parasi atau Irak, Mesir, Samudra, Banggala, Makassar, Pahang, Kelantan, Bangka, Buwun, Beten, Tulangbawang, Sela, Pasay (Pasai).
Selain itu, juga Parayaman (Pariaman), Negara Dekan, Madinah, Andalas, Tego, Maluku, Pego, Minangkabau, Mekah, Burtete, Lawe, Sasak, Sumbawa, Bali, Jenggi, Sabini, Ogan, Kanangen, Komering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa (India), Seran, Gedah, Solot, Solondong, Indragiri, Tanjungpura, Sakampung, Cempa, Baluk dan Jawa!
Buku ini menarik, bukan? Meski anda bukan arkeolog, saya rasa buku ini layak dijadikan koleksi yang istimewa!
*)Jurnalis, penulis buku “Indonesia Unexplored”.
Foto headline: Orang Sunda saat panen padi. (Foto: Radar Kepahiang)