Penulis: Rieska Wulandari *)

BERITA Bekasi tergenang banjir tentu membawa keprihatinan tersendiri bagi saya.
Warga lokal tampaknya terheran-heran kenapa banjir bisa menghampiri.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, banjir besar di Bekasi bukan semata-mata disebabkan cuaca ekstrem, melainkan juga akibat perubahan lingkungan.

Saya tambah miris, karena membaca literatur sejarah, manusia yang oleh manusia modern disebut: “orang buni”, purba, kuno, primitif, tak berilmu tak “beragama”, malah memahami betul fenomena alam dan mengantisipasinya dengan membuat saluran air di Kali irigasi Gomati, yang diduga kini bernama kali Cakung.

Alkisah tahun 395 hingga 434, hiduplah Raja Tarumanegara ketiga yang arif dan cendekia, bernama Purnawarman.

Ia membangun irigasi bernama Gomati sepanjang 12 km dalam waktu 21 hari.
Lokasinya di samping sungai yang sudah ada, yaitu sungai Candrabhaga (Kali Bekasi). Usai pembangunan, raja menganugerahkan 1000 sapi kepada Brahmana.
Saya jadi tergelitik, apakah sapi itu untuk makan untuk pesta pora?

Adapun kisah kali Gomati ini tertulis di Candi Tugu: “Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paruh gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paruh terang bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”

Pada 2 Agustus 2009, saya bersama seorang sahabat sengaja mampir ke Candi Budha tertua di Jawa, yang berada di Karawang, 50 km dari Jakarta.

Di sana, kami hanya melihat Bekasi dari jalan tol dan kemudian masuk area persawahan.

Pada Minggu pagi yang tenang, perjalanan dari tol, dilanjutkan menyusuri sawah yang hijau dan indah. Rasanya betul -betul seperti sedang liburan.

Waktu itu kami tidak kesulitan mencari Candi Jiwa, karena jalan yang kami lalui datar-datar saja, tidak dramatis, flat banget.

Kami tiba di lokasi dengan panduan internet.

Candi Jiwa, candi Budha tertua di Jawa, yang berada di Kabupaten Karawang. (Foto: Rieska Wulandari)

Pagi itu, keadaan sepi. Hanya kami berdua yang jadi turis. Kami pun tertawa karena saking sepinya, tukang gorengan pun tak ada.

Lalu kami berkeliling, melihat, mengamati dan memotret situs yang menurut dugaan kami, dulunya pasti megah menawan.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *