Korupsi Berjamaah dan Trend Ucapan “Siap Pak!”

Coba perhatikan, korupsi bertingkat ini, prosesnya tak makan waktu lama, cukup 1-2 dekade saja, tiba tiba negara kita yang tampaknya maju secara ekonomi, mengumumkan kerugian-kerugian di kantor-kantor BUMN, padahal bayar listrik, beli tiket pesawat, bayar telepon, beli BBM warga selalu pakai uang cash, mana bisa ngutang dahulu, tapi kok kantornya miskin papa, rugi terus katanya.

Mengherankan, 280 juta manunsia dengan 17.000 pulaunya, 150 gunung api vulkaniknya, ratusan tambang mineral, minyak, gas, logam, batuan mulia, galian pasir, belerang, garam dan sebagainya, tetap saja rakyat sengsara.

Negeri ini memiliki tanah paling subur di dunia, tapi petaninya miskin. Laut paling luas, tapi nelayannya melarat. Negeri paling kreatif tapi pengrajiannya tak terawat, ilmuwan banyak yang cerdas tapi hidupnya tak jelas, jurnalis jangan ditanya lagi, kembang kempis!

Sudahlah, itu profesi paling sial, sudah kewajibannya banyak, pekerjaannya berat, honornya kecil, masih dibully juga oleh netizen dianggap sebagai buzzernya bohir.

Coba, kapan terakhir anda berkata “tidak” pada atasan yang abusif, pada rekan kerja yang manipulatif, pada kolega yang bullying, pada partner yang curang, pada vendor yang nakal, pada klien yang sebenarnya pelaku kriminal?

Bisa jadi anda tidak pernah mengatakannya, karena khawatir dianggap tidak “luwes” dalam bekerja.

Kita juga kerap memberikan “benefit of the doubt” pada kemungkinan manipulator karena pelakunya justru sangat halus berbicara, sopan santun, anggun, berperilaku sangat handap asor dan suka mentraktir.

Apalagi pas Hari Raya banyak ngirim bingkisan. “Ah, mosok sih dia begitu? Baik banget orangnya, nggak mungkin ah.”

Tapi justru karena dia baik secara penampakan begitu, dia kemudian meminta “reward” yang lebih besar.

Proyek-proyek yang tak ada faedahnya dan urusan-urusan yang tak relevan dengan rakyat, bahkan mungkin mematikan kaum kecil dan kaum marginal.

Membahayakan kelestarian alam, hutan dan ragam flora fauna Nusantara. Bahkan mungkin berpotensi menghilangkan suku, satu kekayaan Bahasa, satu keragaman adat spiritual kepercayaan dan sebagainya.

Makanya, jangan terlalu percaya pada bungkus-bungkus luar, atau praktik-praktik kesopanan yang serba palsu.

Coba lihat apa keputusan-keputusannya, proses pengambilan keputusannya dan alasan-alasan di balik pengambilan keputusan itu.

Kalau jelas-jelas tak ada kaitannya dengan kemaslahatan rakyat, tak ada kepekaan terhadap penggunaan anggaran, tak ada hikmat dan kecerdasan apalagi solusi yang out of the box, cobalah sekali-kali bilang TIDAK.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *