Beberapa pejabat tinggi Vatikan bahkan dicopot dari jabatannya karena dinilai tidak transparan.
- Bicara krisis iklim
Pada 2015 Paus Fransiskus menjadi salah satu pemimpin agama dunia pertama yang menjadikan isu lingkungan sebagai prioritas moral.
Ia menyerukan agar umat manusia menjaga “rumah bersama” dan mengkritik gaya hidup konsumtif yang merusak bumi.
Pandangan ini menjadikan dirinya tokoh penting dalam diplomasi iklim global.
Pada KTT iklim COP tahun 2023 yang tak dihadirinya karena kondisi kesehatan, Paus berulang kali menekankan tanggung jawab negara maju untuk mengurangi dampak konsumsi sumber daya yang tidak berkelanjutan terhadap negara-negara miskin.
Sebagai putra seorang imigran Italia yang hijrah ke Argentina, Paus Fransiskus mengungkapkan fakta bahwa karena alasan ekonomi dan iklim, migrasi massal akan menjadi fenomena permanen di abad ke-21.
- Soal kekerasan seksual
Paus Fransiskus menerapkan kebijakan baru untuk menangani kasus kekerasan seksual oleh klerus, termasuk mekanisme pelaporan yang lebih transparan dan pemberhentian beberapa tokoh gereja ternama yang terbukti bersalah.
Kendati tak lepas dari kritik atas pendekatannya yang masih hati-hati, ini adalah komitmen nyata untuk memperbaiki luka lama di tubuh Gereja.
Sekitar satu tahun setelah memulai kepausannya, Paus Fransiskus menyatakan “tidak ada yang melakukan lebih banyak” daripada gereja dalam menindak para pedofil di kalangan klerus, dan memuji “transparansi” gereja.
Pada 2014, dalam pertemuannya dengan korban pelecehan seksual para imam, Paus Fransiskus menyebut para imam itu sebagai “kultus yang tidak bermoral.”
- Pembelaan terhadap kaum marjinal
Mendiang Paus Fransiskus juga terkenal dikenal sebagai “paus bagi kaum yang terpinggirkan.”
Ia konsisten menunjukkan empati terhadap komunitas LGBT, pengungsi, dan kelompok yang selama ini merasa tak punya tempat di dalam Gereja.
“Siapakah aku sehingga bisa menghakimi?” ujar Paus, menjawab pertanyaan soal homoseksual.
Ini menjadi simbol pendekatan penuh belas kasih yang tidak pernah ditunjukkan secara eksplisit oleh pemimpin Gereja sebelumnya.
Paus juga berupaya membuat Gereja lebih ramah terhadap kaum LGBT, membuka pintu untuk pemberkatan bersyarat bagi pasangan sesama jenis pada Desember 2023, dan membatasi penggunaan misa tradisional menggunakan bahasa Latin yang tidak banyak dimengerti umat Katolik di seluruh dunia.
Sepanjang masa kepausannya, Paus Fransiskus meninggalkan terobosan yang mengubah wajah Gereja Katolik.
Gaya kepemimpinannya yang rendah hati, inklusif, dan penuh terobosan menjadikannya sosok unik dalam sejarah kepausan.
Kebijaksanaan dan keberaniannya akan terus dikenang oleh lintas generasi. Selamat jalan, Paus Fransiskus.***
Sumber: dari berbagai sumber.
Foto headline: Ilustrasi Paus berpulang dari FB Arrania Edia (Ilustrasi visual karya Harry Martawijaya ©Vidyapro).