Di sela-sela konferensi utama, Indonesia juga menghadiri pertemuan khusus yang digelar oleh Executive Director United Nations Environment Programme (UNEP) pada 1 Mei. Pertemuan ini menjadi lanjutan dari proses negosiasi antar pemerintah mengenai perjanjian global terkait polusi plastik.
Dalam forum tersebut, Indonesia kembali menekankan bahwa perjanjian yang akan disepakati harus bersifat efektif, adil, dan dapat diimplementasikan, khususnya oleh negara berkembang. “Tidak bisa ada satu pendekatan yang cocok untuk semua,” tegas Dubes Habib. Indonesia menyerukan agar dukungan internasional, baik dalam bentuk teknologi maupun pendanaan, diberikan kepada negara-negara yang paling terdampak oleh polusi plastik.
Negosiasi lanjutan untuk perjanjian plastik ini dijadwalkan berlangsung di Jenewa pada Agustus mendatang.
Posisi Indonesia dalam Diplomasi Lingkungan Global
Keterlibatan aktif Indonesia dalam forum BRS 2025 menunjukkan bahwa negara ini tidak tinggal diam menghadapi tantangan global. Di tengah meningkatnya kesadaran terhadap ancaman polusi bahan kimia dan limbah, Indonesia ingin memastikan bahwa negara-negara berkembang tidak hanya menjadi penerima dampak, tetapi juga bagian dari solusi.
Melalui diplomasi yang proaktif, Indonesia berupaya membentuk arsitektur kerja sama global yang lebih adil dan seimbang. Dalam pandangan Jakarta, pelaksanaan tiga konvensi—Basel, Rotterdam, dan Stockholm—bukan hanya soal teknis pengelolaan limbah, tetapi juga cermin keberpihakan pada masa depan planet yang lebih bersih dan berkelanjutan.