Ada hal-hal lain yang membuat Indo Garden lebih dari sekadar ruang untuk pasar musiman. Di salah satu sudutnya, sebuah stan kecil memperkenalkan “Rumah Saya”—sebuah panti jompo bagi warga lansia Indonesia atau yang terhubung dengan Indonesia. Di tempat ini, mereka bisa tinggal dan tetap merasakan nuansa Tanah Air di hari tua.

Sementara itu, bagi yang letih, tersedia stan pijat tradisional. Di bangku khusus, pengunjung bisa merasakan pijatan ringan dengan minyak khas Bali. Tak perlu ranjang pijat, cukup duduk dan memejam. Wajah-wajah yang tadinya tegang karena antre, berubah rileks. Dalam diam, tubuh mereka mungkin dibawa pulang sebentar ke gang-gang sempit di Jakarta, atau ke pelataran rumah di Makassar.

Acara ini memang tidak besar. Sang pemilik Indo Garden, yang juga menjadi penggagas acara, memilih untuk menjaga skala agar tetap intim. Tidak ada pengeras suara yang memekakkan telinga. Tidak ada antrean ribuan orang. Hanya komunitas yang saling mengenal, saling menyapa, dan saling berbagi memori.

Dan seperti halnya pasar malam di Indonesia, tak banyak dari mereka yang pulang sebelum acara selesai pukul 17.00. Mereka bertahan: makan, menari, bercakap. Karena di sini, di taman kecil bernama Indo Garden, Indonesia bukan sekadar dikenang. Ia dihidupkan kembali.