Film itu menggugah hati banyak penonton. Salah satunya Nina Hoetink dari Harderwijk. “Saya merasa terpanggil. Kenapa tidak kita bantu, 1 atau 2 euro sebulan saja?” ujarnya antusias. “Kalau bukan kita, siapa lagi?”
Panggung Komunitas yang Hidup
Selain sajian rasa dan wacana, panggung ILH juga menyajikan hiburan khas. Ada penampilan dari grup tari Madaloka, penyanyi Duo Cici, dan penari Edi De Danser. Desainer Dian Oerip memamerkan koleksi busananya dalam peragaan yang sederhana tapi berkelas.
Stan-stan di sudut ruangan menampilkan produk-produk karya anggota komunitas sendiri—dari kuliner hingga aksesori. “Lima tahun terakhir, banyak yang mulai jualan lewat Facebook ILH,” kata Ellen Nelwan, admin yang aktif mengelola grup.
“Tapi ILH bukan komunitas komersial. Sponsor, seperti RG Rumah Glowing, hanya membantu dan hasilnya dikembalikan ke anggota dalam bentuk voucher.”

Menurut Ellen, semangat ILH tetap satu: saling mendukung sebagai keluarga besar. “Kami bukan pasar, kami rumah.”
Pelindung dari Tanah Air
Acara juga dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Belanda, Mayerfas, bersama dua atase. Dalam sambutannya, ia mengakui pentingnya komunitas seperti ILH. “Saya sering memantau aktivitas ILH di media sosial. Banyak pertanyaan soal visa, hukum, hingga kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Dubes Mayerfas menutup dengan kalimat yang disambut tepuk tangan, “Selama kalian masih makan nasi dan sambal, kalian tetap Indonesia. Dan kami akan terus hadir melindungi.”
Dari 3 Orang Menjadi Hampir 14 Ribu
ILH berawal dari tiga perempuan: Pien, Ellen, dan Imelda van Hoek. Keenam belas tahun lalu, mereka mendirikan grup daring sebagai tempat bersilaturahmi warga Indonesia di Belanda. “Saat itu tidak banyak ruang untuk saling berbagi dan mendukung,” kata Imelda.

Kini, ILH memiliki 13.916 anggota. Lewat Facebook, mereka berbagi informasi, menjual makanan rumahan, mencari solusi hukum, hingga sekadar melepas rindu lewat cerita.
“Kami bangga melihat banyak anggota yang kini punya restoran sendiri,” kata Pien, haru.
Tantangan tentu tetap ada. Menjaga harmoni dalam komunitas besar bukan perkara mudah. Tapi para pendiri dan admin ILH sepakat: prinsip kekeluargaan harus tetap menjadi fondasi.
Mereka pun mengutip pesan klasik dari John F. Kennedy: “Jangan tanya apa yang negara berikan padamu, tapi apa yang bisa kamu berikan pada negara.”
Rumah Digital Bernama ILH
Kini di usia ke-16, ILH bukan lagi sekadar grup Facebook. Ia telah menjadi rumah digital bagi diaspora Indonesia, tempat berbagi, mendukung, dan memperkuat identitas di tengah budaya baru.
Dari Sumatra hingga Sumba, dari Den Haag hingga Amsterdam, ILH menjembatani jarak dan mempererat hati.
Sebuah kampung halaman yang tak lekang oleh waktu, meski ribuan kilometer jauhnya dari tanah air.