Komentar-komentar serupa banyak bermunculan, menunjukkan betapa kuat kesan yang ditinggalkan kontingen Indonesia.
Kerja Sama Indonesia-Prancis

Diundangnya Indonesia untuk tampil dalam defilé 14 Juli merupakan bagian dari perayaan 75 tahun hubungan diplomatik antara Prancis dan Indonesia. Bagi Prancis, Indonesia adalah mitra strategis, bukan hanya sebagai pembeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern buatan Prancis.
Menurut data Kementerian Pertahanan Prancis, Indonesia telah membeli pesawat tempur Rafale standard F4, dua pesawat angkut A400M, kapal selam Scorpène, meriam Caesar, dan amunisinya. Indonesia dipandang sebagai kekuatan militer utama di kawasan Indo-Pasifik.
Kawasan Indo-Pasifik kini menjadi sorotan geopolitik, karena ketegangan antara kekuatan global China dan Amerika Serikat, yang saling berebut pengaruh. Prancis berkepentingan untuk melindungi wilayahnya di kawasan tersebut, seperti Réunion, Mayotte, Kaledonia Baru, Polinesia Prancis, Wallis & Futuna, hingga wilayah Austral dan Antartika Prancis.
Kunjungan kenegaraan Emmanuel Macron ke Indonesia pada Mei lalu, serta lawatan Menteri Pertahanan Prancis Sébastien Lecornu pada Januari 2025, dan Menteri Luar Negeri Jean-Noël Barrot pada Maret 2025, menunjukkan peningkatan perhatian Prancis terhadap Indonesia. Setiap kunjungan membawa kontrak kerja sama strategis bagi kedua negara.
Harapan Diaspora Indonesia di Prancis

Sementara itu, Ketua Asosiasi Diaspora Indonesia di Prancis (IDN France) Nina Hanafi menyampaikan pandangannya.
“Sebagai bagian dari diaspora, saya sangat bangga melihat Indonesia menjadi sorotan utama dalam parade 14 Juli. Ini bukan hanya momen membanggakan, tapi juga kesempatan mengenalkan Indonesia yang kaya budaya dan alam kepada masyarakat Prancis, yang selama ini masih kurang mengenal kita,” tutur Nina.
Nina berharap, momentum ini mampu meningkatkan minat terhadap budaya, pariwisata, dan potensi ekonomi Indonesia.
“Undangan ini membawa manfaat strategis. Dalam diplomasi, ini memperkuat kemitraan Prancis-Indonesia di kawasan Indo-Pasifik, serta meningkatkan posisi Indonesia di ASEAN dan dunia. Ini juga menjadi sinyal bahwa Prancis ingin mengurangi ketergantungan pada China dengan memperluas pengaruh di Asia Tenggara,” ujarnya.
Dari sisi ekonomi dan pertahanan, Nina menilai, kesempatan ini menjadi peluang untuk memperluas kerja sama investasi, tak hanya di sektor persenjataan, tetapi juga di bidang energi hijau.
Ia menambahkan bahwa soft power Indonesia melalui kebudayaan dan kesenian juga tak boleh diabaikan. Undangan ini, menurutnya, bisa dimaknai sebagai ajang untuk memperlihatkan kedekatan Prancis dengan negara-negara non-Barat.
“Bagi Indonesia, undangan ini adalah prestise global. Parade 14 Juli ditonton jutaan orang di seluruh dunia. Ini bisa menjadi legitimasi politik atas posisi Indonesia sebagai kekuatan regional yang penting. Dampaknya bisa terasa dalam peningkatan pariwisata dan investasi,” tuturnya.
Semoga peluang bersejarah ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Indonesia.***