Solidarity Walk: Gerak Solidaritas Belanda Ajukan 9 Tuntutan Pasca-Aksi Unjuk Rasa Berdarah di Indonesia

Den Haag, Wartaeropa.com – Komnas HAM RI mencatat, ada 10 warga sipil yang meninggal dalam gelombang aksi unjuk rasa di seluruh Indonesia.

Merespons kondisi darurat kekerasan negara di Indonesia, Gerak Solidaritas Belanda (GSB) bersama masyarakat Indonesia di Belanda menggelar aksi Jalan Solidaritas (Solidarity Walk) di Den Haag.

Aksi damai di Belanda. (Foto: Yuke Wulandari)

Menurut siaran pers GSB, aksi ini untuk menunjukkan dukungan penuh kepada korban dan keluarga korban kekerasan aparat negara, khususnya selama demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 hingga hari ini.

Aksi Solidarity Walk itu akan dilakukan pada Kamis, 4 September 2025, dari gedung ISS Den Haag menuju KBRI Tobias Asserlaan, kemudian kembali lagi ke ISS Den Haag. Waktu pelaksanaan pukul 14.00 waktu Den Haag sampai selesai.

Gejala Otoritarianisme

GSB menilai, kekerasan aparat mencerminkan gelombang otoritarianisme dan militerisme baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Represi terhadap rakyat tidak hanya dilakukan oleh Polri dan TNI, tetapi juga dilegitimasi melalui peraturan, kebijakan dan praktik pembungkaman dalam berpendapat.

Lewat aksi ini, GSB mengajukan beberapa tuntutan mendesak, yakni:

  1. Menghentikan total segala bentuk kekerasan dan brutalitas polisi, militer dan paramiliter terhadap rakyat, dan taktik-taktik untuk memecah belah rakyat.
  2. Menghentikan segala pembungkaman, penangkapan dan penculikan secara sewenang-wenang terhadap warga sipil. Selain itu, juga menuntut pembebasan segera seluruh warga sipil yang ditangkap tanpa syarat.
  3. Membentuk tim investigasi independen untuk mengusut tuntas segala bentuk kekerasan aparat, dari penyalahgunaan tembakan gas air mata, penghilangan orang secara paksa, hingga pembunuhan, mengadili dan memenjarakan semua pihak yang bertanggung jawab.
  4. Mendesak Presiden agar tidak menggunakan kekuasaannya secara inkonstitusional dalam merespons kritik publik, dengan mengeskalasi pengerahan massa bersenjata, polisi, militer, dan paramiliter untuk merepresi dan mengontrol ruang-ruang sipil.
  5. Menolak secara tegas kehadiran militer di ruang-ruang sipil. Militer kembali ke barak.
  6. Menentang keras kontrol dan sensor media oleh negara, yang dapat membungkam kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, serta berisiko menciptakan narasi tunggal tentang aksi demonstrasi rakyat.
  7. Mendesak Presiden dan DPR untuk segera menyelesaikan masalah struktural yang menjadi sumber amarah rakyat dengan melakukan reformasi kebijakan, di antaranya:

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *