Saya hanya mempelajari jembatan-jembatan yang menghubungkan antar-pulau yang membentuk daratan, tahun-tahun peristiwa penting di Venezia, sejarah tempat-tempat terkenal, serta sejumlah nama tokoh dan sejarah umum Serenissima. Namun tak satu pun tertulis dalam lembar pertanyaan. Hampir sebagian mempertanyakan angka, misalnya ketinggian banjir pada tahun sekian, dan seterusnya.
Seusai ujian, saya bertemu mantan majikan yang sedang menunggu istrinya. Dia salah seorang pemilik hotel di Lido. “Sudah berapa kali kamu ikut ujian? Istri saya ujian yang ke 6 tahun ini. Kalau baru sekali, jangan putus asa mencoba lagi dan lagi!” ujarnya menyemangati.
Seminggu kemudian, saya terima email yang sudah bisa ditebak isinya. Dari 400 peserta, hanya terpilih 10 nama yang dianggap memenuhi syarat untuk lanjut tes wawancara. Salah satunya, tertulis Yulia (dengan marga Rusia) yang cukup familier bagi saya pribadi.
Di mana pun, kapan pun, dia selalu membawa buku dan catatan. Tadinya saya kira dia sedang kuliah. Pasangan muda itu tak punya anak, kaya raya karena punya hotel di centro Lido dan restoran di San Marco. Ternyata, dia fokus menyiapkan diri untuk menjadi guida turistica di Venezia.
Dari 10 nama, diperas lagi sampai akhirnya tinggal 2 kandidat yang resmi terpilih menjadi guida turistica Venezia tahun itu. Saya ikut bangga saat membaca namanya muncul kembali. Tak sia-sia semua usaha dan pengorbanan dia. Dasarnya dia memang sudah pintar. Hanya rejekinya saja yang baru perpihak tahun itu.
Syarat lain yang masih harus dia selesaikan bagi yang lulus wawancara adalah kursus Primo Soccorso. Ilmu ini sangat penting bagi seorang guide, apalagi di Venezia yang tidak memiliki kendaraan darat di dalam kota.
Ternyata, jauh sebelum saya masuk lingkungan Croce Verde, Yulia sudah mengantongi sertifikat Primo Soccorso. Tinggal di pulau kecil, meluangkan waktu sampai 13 jam sehari, tidak menjadi masalah baginya. Dia tidak perlu membagi waktu untuk kegiatan lain, seperti bekerja dan sekolah seperti saya. Di rumah juga tidak pernah repot memikirkan masak dan berbenah.
Kenalan lain yang menjadi guida turistica adalah anak pemilik hotel di Venezia yang masih muda belia. Ia lulusan satra Inggris dari Ca’ Foscari. Bukan berarti mereka warga sana dan mendapat fasilitas istimewa. Tetap saja mereka harus lalui rangkaian tes seperti yang saya ikuti.
Kesimpulannya, menjadi guida turistica di Venezia tidak segampang yang kita bayangkan. Maka kalau banyak polisi seliweran di Venezia yang memeriksa dokumen guide-guide abal-abal alias liar, sangat bisa dimaklumi. Saya sendiri tersadar setelah teman-teman Italia memperingatkan saya agar berhati-hati.
Guide resmi vs guide abal-abal
Sering kejadian ada turis yang terkilir, terpeleset, bahkan kena serangan jantung. Kalau mereka ditangani guide resmi, otomatis akan mendapat layanan yang tepat dan profesional, karena terlatih untuk tanggap merespon situasi, khususnya pertolongan pertama. Kalau pun kasus-kasus berat, mereka punya jaringan langsung ke rumah sakit terdekat.
Selain sigap menangani kecelakaan pada saat mengikuti tur, setiap guide diharapkan bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi tamu, seperti kehilangan dokumen (oya, Venezia terkenal dengan copetnya), yang harus berurusan dengan pihak berwajib, dan lain sebagainya.
Pernah juga ada rombongan turis dari Tanah Air yang terlantar akibat pemandunya kabur, tidak bertanggungjawab. Ada juga yang “cuci tangan” ketika terjadi kecelakaan atau tamunya sakit. Mereka tidak berani lapor, sebab kalau ketahuan memandu, bisa kena denda (multa) cukup besar.
Ada seorang teman yang terpaksa menjadi pemandu dadakan. Dia stres karena harus memakai stelan jas untuk mendampingi tamu negara. Jadwalnya hanya keliling Venezia, persis musim panas yang kala itu sedang pada puncaknya.
Belum 5 menit keluar dari stasiun, bajunya sudah basah oleh keringat. Demi tugas ini, dia keluar modal untuk membeli stelan lengkap. Namun ia masih saja menerima celaan soal penampilan, yang katanya tidak setara dengan status tamunya, pejabat penting.
Saat teman saya itu terpenjara busana yang tidak nyaman, para tamunya malah asyik berbelanja. Dari satu tas menjadi 2 tas, sampai seabreg-abreg. Semuanya dia yang membawakan, sebab fungsi guide abal-abal model ini biasanya merangkap sebagai porter. Itulah bedanya dengan guide resmi, yang tidak pernah menyentuh atau mengangkat barang bawaan tamu (turis).
Guida turistica di Venezia juga dibekali itinerari yang jelas dan logis. Kadang terkesan kaku karena terlalu mengikuti aturan yang ditetapkan Comune. Tapi semuanya memang bertujuan sangat baik untuk kedua pihak.
Kadang masih terlihat pemandangan “turis melayu” membeli jagung untuk memberi makan burung merpati liar sambil berfoto-foto. Kesannya, memberi makan burung sambil “berbagi rejeki”. Padahal, penduduk setempat membencinya dan berusaha menghalau burung-burung yang telah merusak atap-atap rumah mereka dan mengotori kota itu.
Kalau pakai jasa guide resmi, turis dilarang keras membeli makanan untuk burung di piazza San Marco. Mungkin karena ketegasan itulah, orang Indonesia menjadi enggan memakai jasa mereka. Intinya, mereka ke luar negeri untuk berfoto-foto sebagai barang bukti dan untuk dipamerkan.
Soal sejarah kota, bisa baca di buku, kapan-kapan kalau ada waktu (sekarang ada internet, bisa langsung klik). Jadi kalau ada aturan dilarang memberi makan burung, mereka memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.
Selain bertanggungjawab atas kebersihan lingkungan, guida turistica juga membantu meningkatkan perekonomian lokal. Termasuk menggiring tamu untuk belanja di toko-toko lokal resmi yang jelas-jelas membayar pajak. Harganya memang lebih mahal dibanding penjual abal-abal yang bisa tawar menawar. Dari transaksi resmi inilah pemerintah daerah mendapat pemasukan dari turis yang datang berbelanja di kota mereka.
Beberapa tahun lalu, saya bertemu Yulia, yang langsung bertanya, “Sudah dapat lisensi guida turistica?” Saya cuma tersenyum sambil menjawab, “Anggap saja saya membeli pengalaman hidup untuk sebuah pelajaran.”
Yulia membalas senyum saya sambil berujar, “Welcome to Venice!”*** (Selesai)
Foto headline: Pemandu di Venezia (Rieska Wulandari)