Oleh: Claudia Magany
(Bagian pertama dari dua tulisan)
Pada Agustus lalu, Muhammad Athaya Helmi Nasution (18) meninggal dunia saat mendampingi kunjungan kerja beberapa pejabat Indonesia di Wina, Austria.
Mahasiswa Universitas Hanze, Groningen, Belanda itu terkena heat stroke, akibat aktivitas panjang tanpa cukup istirahat yang membuatnya kolaps di penginapannya. Athaya mendampingi tamu dari Dewan Perwakilan Rakyat, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia itu sejak pagi hingga malam hari.
Berita meninggalnya mahasiswa Indonesia di Belanda yang masih belia ini cukup mengejutkan publik, khususnya di Indonesia. Terlebih lagi, kasus meninggalnya diaspora Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Belanda ini kurang mendapat perhatian dari pihak terkait.
Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda menyatakan, tak ada permintaan maaf atau pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak event organizer (EO) maupun koordinator Liaison Officer (LO) kepada keluarga Athaya, yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah.
PPI Belanda juga menyebutkan, alih-alih mengunjungi penginapan tempat almarhum menghembuskan nafas terakhirnya, acara kunjungan kerja terus berlanjut. Pihak EO malah mengurus persiapan acara makan-makan para pejabat itu di restoran.
Seburuk itukah nasib guide atau pemandu wisata bagi warga Indonesia yang berjalan-jalan ke luar negeri?
Berikut ini penuturan Claudia Magany, diaspora Indonesia di Italia, saat menjadi pemandu ibu-ibu pejabat Indonesia di Italia.
SEKITAR 20 tahun lalu, saya diajak teman menjadi ‘guide’ untuk tamu-tamu Indonesia di Italia. Waktu itu saya dibayar 100 euro. Pantas lah, sebab jam 5 subuh saya sudah duduk manis di dalam bus yang akan mengantar ke Venezia.
Tahukah anda? Bagi orang Italia, itu sudah termasuk pengorbanan karena warga lokal umumnya jam 8 pagi baru memulai kehidupan mereka. Bahkan di papan pengumuman kondominium tertulis besar-besar: “Sebelum jam 08.00 DILARANG berkegiatan yang mengganggu sesama penghuni”.
Hari itu kami memandu rombongan ibu-ibu pejabat yang berkunjung ke Italia menemani suami mereka meeting di Roma. Kebetulan ada salah seorang ibu yang suaminya bertugas di KBRI Roma. Jadi ia ikut membantu kami mendampingi rombongan.
Venezia pagi itu tampak sunyi. Rumah dan toko-toko masih tertutup rapat. Bahkan sepanjang Rio Tera Lista di Spagna, lampu-lampu rumah masih menyala.