Penulis: Rieska Wulandari
Haloeropa.com – Sejak pemerintah Italia mencabut status darurat COVID-19 mulai 31 Maret 2022, suasana Ramadan tahun ini jauh lebih hangat dibanding tahun lalu. Saat itu, Italia menerapkan zona merah karena dirundung pandemi dan sedang gencar melakukan vaksinasi.
Saat ini, dari sekitar 60 juta penduduk Italia, diperkirakan ada 1,4 juta umat Islam yang bermukim di Negeri Pizza itu. Dan sekitar 450.000 di antaranya adalah warga Maroko. Ya, Maroko merupakan salah satu etnis muslim terbesar di Italia. Lembaga Initiatives and Studies on Multi-etchicity, IISMU Institut, menyatakan, hingga 2016 ada 2,34 persen populasi muslim di Italia.
Nah, di Milan terdapat setidaknya 7.923 penduduk muslim asal Maroko. Kawasan Via Nasario Sauro di kota mode dunia itu menjadi salah satu tempat persimpangan orang Maroko.
Maklum saja, di kawasan ini beberapa fasilitas untuk orang-orang Maroko, seperti Konsulat Maroko, Bank Maroko, ahli penerjemah bahasa Maroko, konsultan pekerjaan dan keuangan untuk pekerja Maroko.
Selain itu, juga terdapat restoran, bazaar yang menyediakan makanan dari mulai daging halal hingga makanan olahan berstandar halal, pernak-pernik peralatan rumah tangga dan dekorasi, oleh-oleh dan kerajinan, hingga pakaian dan kitab untuk pengajian.
Rajaa, seorang wanita asal Maroko, kepada Haloeropa.com mengatakan, ia telah tinggal di Italia sejak 2004, dan menjalankan ibadah puasa sejak berusia 14 tahun.
“Pada awalnya sulit menjalankan puasa, karena saat itu saya masih sekolah. Tidak seorang pun yang mempraktikkan puasa. Jadi saya puasa sendirian dan saya harus menyiapkan jawaban atas ribuan pertanyaan, dimana orang juga masih makan di hadapan saya. Jadi saya harus banyak menahan diri,”ujarnya sambil tertawa.
Waktu masih kecil, lanjut Rajaa, ia merasakan berpuasa di Italia sebagai sebuah tantangan yang sulit. Namun setelah tumbuh dewasa, ia pun terbiasa dan menganggapnya sebagai bagian dari kehidupan warga biasa.
Di musim semi sekarang ini, waktu terbit dan terbenam matahari menjadi sangat panjang. Berpuasa pun bisa sampai 15 jam. Namun demikian, bagi Rajaa berpuasa di musim semi di negara empat musim ini merupakan tantangan tersendiri.
“Meski waktu puasa sangat lama, pada dasarnya tergantung saat matahari terbit dan terbenam. Hanya dibutuhkan tekad dan iman, terutama iman, untuk menjalaninya,” ujarnya, sambil tersenyum.
Sementara itu Alla, pemilik toko khas produk Maroko di Milan mengatakan, Ramadan tahun ini terasa mulai banyak pergerakan dibanding saat pandemi tahun lalu. Banyak warga muslim yang mencari makanan untuk sahur dan berbuka, terutama buah kurma, biji-bijian kering, makanan manis khas Maroko, dan tentu saja, daging dan produksi makanan olahan halal.
Selain itu, pakaian tradisional juga banyak diburu oleh pembeli. “Kami membutuhkan pakaian ini untuk ritual ibadah saat berpuasa dan Hari Raya nanti,” ujar Alla, dengan senyum mengembang.
Editor: Tian Arief