Seluruh merk yang ditampilkan didirikan, dikelola dan digarap oleh para wanita dan ibu rumah tangga. Pemberdayaan perempuan memang menjadi salah satu misi yang diemban pemrakarsa pameran. Dengan berkarya para wanita ini tak hanya membantu perekonomian keluarga. Kiprah mereka pada akhirnya berdampak positif secara ekonomi maupun sosial pada daerah masing-masing.
Mengikuti kekinian dunia, khususnya di Eropa, yang peduli pada lingkungan hidup, kesan ekologis terasa sangat kental. Penggunaan bahan-bahan alami, baik dari sisi pewarna maupun bahan bakunya mendominasi.
Beberapa kemeja terbuat dari serat nanas, enceng gondok dan batang pohon pisang. Bahkan ada yang memanfaatkan bahan dasar koran bekas. Kertas koran yang didaur ulang ternyata justru menciptakan motif tersendiri yang artistik. Meskipun terbuat dari kertas koran bekas, kemeja yang dipatok seharga sekitar 51 euro ini nyaman dipakai seperti layaknya kemeja berbahan kain biasa.
Alexis, seorang desainer muda dari Paris menyatakan kekagumannya atas inovasi tersebut. Secara jujur dia mengaku belum mengenal Indonesia. “Pameran ‘Experience Indonesia, un voyage artisanal” menjadi kesempatan bagus untuk mengenal hal-hal dan inovasi-inovasi baru, memberi inspirasi bagi karya-karya saya nanti,” kata Alexis.
Beberapa wartawan Prancis yang hadir sore itu memuji produk-produk yang ditampilkan. Menurut mereka produk-produk yang dipajang brpotensi menembus pasar Prancis. Tinggal bagaimana memperkenalkannya pada masyarakat Prancis.
Salah seorang di antaranya sering melancong ke berbagai daerah di Indonesia. Dia takjub akan kekayaan ragam tradisi di Indonesia yang pada gilirannya melahirkan benda-benda seni dan wastra yang sangat elok. Dia yakin para desainer interior Prancis bakal tertarik menggunakannya dalam karya desain mereka jika mengenalinya. Untuk itu karya-karya pengrajin Indonesia harus lebih sering diperkenalkan.
Lebih lanjut dia menyarankan agar Indonesia memiliki semacam galeri di mana barang-barang kerajinan Indonesia yang layak diekspor bisa secara rutin dipamerkan. Hal tersebut menjadi sebuah PR besar bagi para pembina UMKM di Indonesia jika ingin menembus pasar dunia, terutama negara-negara yang memiliki syarat standar kualitas tinggi.
Editor: Bune Laskar
Foto headline: Tari klasik Gambyong Retno Kusuma dari Surakarta. (Sita Phulpin)