“Terima kasih sudah ikut berpartisipasi dalam memperkenalkan Indonesia melalui usaha kuliner ini. Saya mendengar, kalau ada yang bertanya di mana restoran Indonesia di Deventer, selalu nama Java House yang disebut sebut pertama kali, ” kata Raisa.
Acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng yang dilakukan Djoen, dan diberikan kepada Raisa. Bersamaan dengan itu, hadirin serempak menyanyikan lagu Happy Birthday.
Selain tumpeng, ada kue tart berukuran besar yang menjadi ciri khas perayaan ulang tahun. Saat peniupan lilin, para tamu undangan menyanyikan lagu Lang Zal Ze Leven (lagu Happy Birthday versi bahasa Belanda).
Nah, giliran acara puncak, grup angklung Immanuel menyuguhkan lagu Kasih Allahku Sungguh Tlah Terbukti dan Hidup Ini Adalah Kesempatan. Para tamu tampak sangat menikmati permainan angklung, yang barangkali terdengar unik di telinga mereka. Bisa jadi beberapa di antara hadirin baru pertama kalinya menyaksikan permainan instrumen musik tradisional dari bambu itu.
Usai suguhan musik dan lagu, para tamu undangan dipersilahkan mencicipi sajian makanan khas Java House. Kali ini ada yang istimewa, yaitu nasi kuning. Menu lainnya, rendang, sambal goreng buncis, sate ayam, mie goreng, sambal goreng tempe dan pete, serundeng, sambal goreng telur dan aneka sambal, serta kerupuk.
Dalam acara yang penuh keakraban dan kegembiraan itu, para tamu saling berkenalan satu sama lain, antara sesama orang Indonesia yang tinggal di Belanda maupun keturunan Indonesia Belanda.
Sumini, salah seorang karyawan Java House yang sudah mengabdi selama 20 tahun, mengaku bangga dan bersyukur bekerja di warung milik Djoen.
“Saya banyak belajar dan berharap agar Java House tetap ada sampai 25 tahun ke depan,” kata Sumini sambil tertawa.
Makanan dan kenangan
Salah seorang pelanggan setia warung Java House, Gledwin, mengatakan, ia selalu makan siang di Java House. Maklum, tempat ia bekerja tak jauh dari warung milik Djoen. Saking seringnya, Gledwin mengenal semua karyawan Java House: Sumini, Tami, dan Sisca.
Bagi Gledwin, menikmati makanan di Java House tak sekadar makan, tapi juga ada kenangan yang bisa dinikmati saat ia berada di sana. Ia teringat suasana Jakarta tempo dulu. Bayangan itulah yang membuatnya tak pernah beralih ke rumah makan Indonesia lainnya.