Selanjutnya, soal pembangunan arena/stadion, tidak dilakukan sembarangan. Ada aturan dalam membangun (civil plan), antara lain kapasitas stadion minimal 10 persen dari total penduduk kota tersebut.
Dulu stadion dimanfaatkan untuk pertunjukan gladiator atau balap kuda, Kini menjelma jadi balapan Formula 1, Moto GP, dan pertandingan sepak bola.
Sebelum pembangunan stadion dilakukan, dilakukan sensus penduduk. Kalau colosseum Roma kapasitasnya 50.000, artinya penduduk Roma saat itu 500.000 jiwa.
Sensus Romawi dilakukan secara ketat, termasuk sensus di tanah-tanah jajahan. (Pasangan Maria dan Yusuf sampai harus hijrah saat Maria hamil besar, karena pemerintah Romawi sedang melakukan sensus. Ini tercantum di Alkitab, yang disampaikan setiap khotbah Natal).
Di sepanjang tanah-tanah jajahan Romawi, seperti Asia, Afrika, sampai Eropa Utara, juga ada arena/stadion dengan komposisi jumlah penduduk tadi.

Ditindak tegas
Sejak dulu, suporter pertandingan juga nggak bisa bertindak sembarangan. Kalau mereka merusak fasilitas publik, ya dihajar oleh prajurit Romawi.
Semua negara di dunia kini memiliki stadion atau arena pertandingan dalam kapasitas besar. Sangat dimungkinkan, pionirnya adalah kerajaan Romawi.
Negara-negara Eropa pun belum sanggup mengatasi kerusuhan massal. Sebagai contoh, di Inggris, Jerman, Belanda, dan Belgia pun masih ada korban hingga ratusan orang.
Sedangkan di Italia, korban bisa ditekan sampai sekecil-kecilnya, karena sistem antisipasi dan manajemen massa yang bagus.
Sampai sekarang saya pribadi merasakan itu. Belum lama ini, saat naik metro bersama anak bungsu saya, kami bertemu dengan bobotoh Inter. Sama sekali tidak terjadi keributan meski metro penuh sesak. Tim kalah pun jarang ribut, karena kami punya prinsip: Kalau menang rayakan, kalau kalah, renungkan. []
Foto headline: pertandingan bola dilakukan di sebuah stadion berusia 2000 tahun di Kroasia. (Foto: Ist.)