Penulis: Sita S. Phulpin
Wartaeropa.com – Restoran Djakarta Bali yang berada di pusat kota Paris penuh, Selasa malam (6/12) lalu. Tak ada satu pun meja yang kosong.
Rupanya restoran Djakarta Bali menggelar acara bertajuk “La Soirée Fusion Franco-Indonésienne avec le chef Indonesia” atau malam bersama William Wongso yang memadukan gastronomi Prancis dan keragaman kuliner Indonesia.hot pepper sexy hagebau gartenzäune hot pepper sexy joystick do nintendo switch bester kaffeebecher für unterwegs balenciaga eau de toilette balenciaga eau de toilette 270 air max 2018 psp x7 psp x7 hagebau gartenzäune usb camera zoom software dyson v10 total clean or absolute psp x7 hagebau gartenzäune

Para pelanggan setia restoran yang berdiri sejak 1985 tersebut ingin mencicipi kreasi dan bertemu langsung dengan sang maestro kuliner Indonesia tersebut.
Rasa penasaran langsung muncul saat membaca daftar menu yang dirancang khusus. Baru membayangkan gabungan rasa dua dunia kuliner yang berbeda saja sudah bisa bikin ngiler!
Karakter paduan Franco-Indonesia sangat kental terasa pada entrée atau makanan pembuka. Di atas piring panjang tersaji tiga jenis makanan pembuka. Ada foie gras atau hati angsa, salah satu trade mark gastronomi Prancis, yang digoreng kilat dipadukan dengan asinan Jakarta.

Lalu hidangan salad Bangka di atas gorengan yang krispi suwiran daging bebek (à la Prancis), juga ada sate ikan lotte (burbot) yang ditimpa sambal matah. Tentunya sambal matah dibuat tak sepedas di Indonesia. Gabungan rasa gurih, asam manis dan sedikit pedas yang benar-benar pas.

Setelah makanan pembuka, keluar sajian berkuah, yaitu laksa sari laut. Yang berbeda dari laksa yang lain, adalah bahan kuahnya. Jika biasanya menggunakan santan, kali ini menggunakan Elenka fiber-crème, krimer serba guna.

Santapan utama yang ditawarkan pada menu spesial adalah rendang salah satu makanan terenak di dunia menurut angket stasiun televisi internasional CNN pada 2017 yang lalu.
Rendang disajikan dengan tumpeng mini nasi kuning, didampingi kentang ala sambal goreng kering yang diolah tidak pedas. Sentuhan Prancis diwakili oleh beberapa batang asparagus hijau. Yang unik dari rendang yang disajikan terletak pada daging yang digunakan, yaitu pipi sapi, khas William Wongso. Alhasil, dagingnya empuk, lembut.

Di masa krisis energi seperti yang tengah dialami masyarakat Eropa saat ini, pilihan daging jenis ini, sangat pas. Umumnya, daging yang digunakan untuk membuat rendang membutuhkan waktu yang lama. Paling tidak dibutuhkan waktu sekitar empat jam karena daging yang digunakan bertekstur keras.
Dengan menggunakan daging pipi sapi yang lembut waktu untuk mengolahnya berkurang secara signifikan. Dari segi rasa, tak ada perubahan. Tetap otentik dan maknyus! Hemat energi, tanpa mengurangi rasanya. Buktinya semua tamu yang datang malam itu memberi acungan jempol.

Rendang yang disajikan malam itu tidak sekering rendang ala Sumatera Barat. Cocok dengan selera kebanyakan orang Prancis.