Penulis: Anastasia S.
Wartaeropa.com– Ary Kusnanto sukses membuka Angkringan Leiden dan bekerja di restoran di Belanda. Demi mendampingi sang istri yang sedang menempuh pendidikan S3, sarjana Teknologi Pertanian berusia 35 tahun ini menjual warung angkringan di Yogya.
“Saya sangat berterima kasih kepada ibu saya, yang waktu itu sedikit memaksa saya untuk membantu memasak untuk jualan ibu di warung. Karena ternyata sampai sekarang kemampuan masak saya bisa menjadi berkah buat saya,” kata Ary, membuka percakapan dengan Kabar Belanda belum lama ini, melalui sambungan telepon.
Ia mengelola Angkringan Leiden sejak 2018, untuk membantu para diaspora Indonesia di Belanda mengobati kerinduannya akan masakan Tanah Air.
Berbeda dengan kebanyakan warga Indonesia di Belanda, Ary dan putrinya, Cielo Aisha Sidar (9 tahun), tinggal di Belanda untuk mendampingi istri/ibunya yang mendapatkan beasiswa studi S3 di Universitas Leiden. Istrinya, Andika Sidar, adalah seorang dosen Fakultas Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sejak memutuskan mendampingi istrinya ke Belanda, Ary menjual warungnya di Yogyakarta kepada temannya. Sesampainya di Belanda, Ary langsung mencari pekerjaan. Pekerjaan pertamanya adalah karyawan restoran “Redjeki” di kota Delft. Ia juga bekerja di Toko Ibu Tjilik, Leiden.
Selama 5 bulan pertama tinggal di Belanda, berat badannya turun hampir 20 kilogram. Itu karena tidak cocok dengan masakan Belanda yang membuat selera makannya turun drastis. Meski mencoba masak sendiri, namun bumbu-bumbu yang didapatnya di supermarket masih tidak cocok dengan lidahnya. Hingga akhirnya dia mendapatkan informasi untuk mencari bumbu-bumbu di sebuah toko Asia di Leiden.

Berbeda dengan angkringan biasa
Berbeda dengan angkringan di Jogja, Angkringan Leiden ini tidak ada bentuk fisiknya. Angkringan Leiden adalah sebuah grup WhatsApp yang dibuat oleh Ary Kusnanto bersama Latifah dan Shanti. Ketiganya merupakan warga Indonesia yang bermukim di Leiden.
Ide pembuatan grup ini berawal dengan permintaan atau order beberapa mahasiswa untuk menu makan malam yang terjangkau, yang jumlahnya tidak menentu setiap harinya, sehingga sering tampak tidak efisien baik secara waktu waktu maupun biaya produksinya.

Bagaimana sistem order dan pengirimannya?