Oriana Fallaci, Jurnalis Wanita Tangguh yang Menggebrak Dunia

Fallaci dilahirkan di Firenze Italia pada 1929. Ia adalah anak tertua dari empat bersaudara. Ayahnya berkecimpung di Partai Sosialis Italia, sedangkan sang ibu mendukung Gerakan Perlawanan.

Sangat mudah baginya untuk memahami spirit perjuangan. Bagaimana di rumah Oriana kecil mengambang di udara anti-fasis.

Maka tak heran pada usia 14 tahun Fallaci kemudian bergabung dengan kelompok partisan Keadilan dan Kebebasan bersama ayahnya.

Dan dengan nama samaran Emilia dia membawa pesan rahasia yang diterjunkan oleh Sekutu ke perbukitan di Firenze.

Setelah Pembebasan, dia aktif berpartisipasi dalam Partai Aksi dan bertemu dengan tokoh-tokoh simbolik Perlawanan.

Selain mentransmisikan kepahlawanan dan keberaniannya, juga gagasan tentang pengorbanan pada jiwa mudanya.

Fallaci kuliah di Fakultas Kedokteran, dan pada saat yang sama menulis untuk surat kabar Il Mattino dell’Italia Centrale (yang berarti Pagi dari Italia Tengah).

Semangat menulisnya jelas diwarisi dari orangtuanya. Mereka juga yang pertama menularkan kecintaannya pada membaca.

Di rumahnya terdapat “ruang buku”, sehingga bersama saudara perempuannya, Fallaci membaca sastra klasik yang hebat. Saat itulah ia memutuskan untuk menjadi jurnalis.

Pada 1950-an dia pindah ke Milan dan berkolaborasi dengan mingguan Epoca, lalu bergabung dengan L’Europeo yang dipimpin oleh Michele Serra hingga 1977.

 

Eksplorasi ke Luar Negeri

Dunia saat itu sedang mengalami transformasi sosial, Oriana Fallaci melakukan perjalanan untuk mengetahui perubahan di Barat.

Karena itu dia pergi ke New York dan mempelajari masyarakat Amerika, kaum hippies, dan budaya tandingan dengan cermat.

Hasilnya adalah buku berjudul The Seven Capitals of Hollywood dengan kata pengantar oleh Orson Welles, di mana ia mengungkap di balik layar kekuatan sinema.

Dari Amerika ia tertarik pada isu Vietnam. Fallaci kemudian menjadi koresponden perang wanita pertama.

Sepanjang kariernya bersama L’Europeo, dalam 7 tahun dia 12 kali membuat laporan kritis, baik tentang invasi AS dan tindakan Front Nasional untuk Pembebasan Vietcong. Cerita ini kemudian dikumpulkan dan menjadi sebuah novel berjudul “Tidak Ada dan Jadilah Itu”, tahun 1969.

Namun seruan Amerika terlalu kuat. Saat itu ada kejadian lain yang mendorong Fallaci meninggalkan medan perang Vietnam, dan mengikuti dampak pembunuhan Martin Luther King dan Robert Francis Kennedy di Amerika Serikat.

Ia juga pernah berkiprah di Mexico, tepatnya di Mexico City, menjelang Olimpiade 1968. Fallaci berpartisipasi dalam demonstrasi mahasiswa yang berdarah akibat bentrok dengan  polisi.

Di antara 250 korban tewas di Piazza delle Tre Culture, jurnalis tangguh ini mengalami luka parah. Petugas bahkan menyangkanya mati hingga dibawa ke kamar mayat rumah sakit.

Fallaci kemudian diselamatkan oleh seorang pendeta. Sejak tragedi itu, Fallaci selamanya “mendendam” pada Mexico.

Jika di komik Tintin tokohnya (wartawan Tintin) bersahabat dengan Profesor Calculus yang membawanya ke Bulan, maka Fallaci pun menjalin persahabatan dengan para ilmuwan.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *