Penulis: Yuke Mayaratih
Deventer, Wartaeropa.com – Saat D’Masiv menggelar konser di Amsterdam Belanda pada 2023, ada satu grup band pembuka yang memikat penonton.
Grup band beraliran pop rock itu sukses menggoyang penonton dengan lagu-lagu hits Tanah Air, seperti Mahluk Tuhan Paling Sexy (Mulan Jameela), Kangen (Dewa 19) dan Sial (Mahalini).
Itulah The Rivers, grup band di Belanda yang seluruh personelnya berasal dari Indonesia.
Grup musik yang dibentuk pada 2017 itu beranggotakan ena adidas originals falcon shoe women s casual chaussures compensées fermées cooler master kulak içi kulaklık loose fit bootcut jeans fsu jersey pantalones nike tech fleece sensowash starck f lite bazar patria camisetas valigie bric’s offerta nike-air-jordan-1-mid/ zapatillas nike internationalist azul oscuro nike zoom air review sara shopping haljine cuello sin fin a crochet amazon m orang. Semuanya warga Indonesia yang tinggal di Belanda.
Mereka datang ke Belanda bukan untuk bermusik, melainkan untuk bekerja atau menetap karena menikah dengan warga Belanda.
Meski begitu, grup beranggotakan Junaidi (gitar), Eri (gitar), Jeffry (bas) Andri Kusuma (drum), Iane (vokal) dan Ajo Chudria (vokal) itu tampil sebagai pemusik profesional.
Mengapa diberi nama The Rivers, Ajo Chudria menjelaskan, sejatinya setiap pemain musik itu harus mengalir seperti sungai yang terus mengalir, sampai dia menghasilkan sebuah karya.
“Jadilah nama band kami The Rivers sampai saat ini,” kata Ajo kepada Warta Eropa, di Deventer Belanda.
Sesama perantau pehobi musik

Ajo mengisahkan, terbentuknya The Rivers bermula dari sesama perantau yang punya hobi bermusik.
“Sebagai sesama pemain musik asal Indonesia yang tinggal di Belanda, kami sering jamming (bermain musik) bareng,” tuturnya.
Kendati berasal dari grup band berbeda, mereka sering bertemu di satu acara, kemudian membuat janji untuk latihan musik di studio Esa Samana, Utrecht.
Pemilik Studio Tato itu menjelaskan, musik The Rivers bukan tribute, melainkan cover band dengan warna dan karakter berbeda, sesuai dengan karakter bermusik anggota The Rivers.
“Karena setiap pemain instrumen musik kan mereka punya karakter masing-masing, punya selera berbeda. Nah dalam grup band, kami menghargai setiap karakter yang ada. Bagaimana membuat perbedaan ini menjadi satu karya musik yang bisa dinikmati,” jelas Ajo penuh semangat.
All around music

Setiap tampil, The Rivers tidak hanya membawakan lagu-lagu Indonesia, melainkan juga lagu-lagu Belanda.
Jika ada permintaan membawakan lagu berbahasa Inggris, bahkan lagu daerah Indonesia, mereka layani dan dibawakan secara profesional.
Menurut Ajo, jenis musik dan lagu yang mereka bawakan sangat bergantung dari tema acaranya.
“Misalnya tema budaya, ya kami menyanyikan lagu-lagu daerah. Sedangkan jika acara besar, seperti kemarin saat D’Masiv pentas di kota Amstelveen, kami menyanyikan lagu pop Indonesia. Intinya kami all around music,” tutur Ajo.
Berasal dari grup berbeda

The Rivers terbentuk saat Ajo bertemu Junaedi -keduanya sama-sama orang Minang- di sebuah acara di Amsterdam pada 2017.
Saat itu mereka bermain di grup musik masing-masing. Lalu mereka bertemu Iane, yang juga berasal dari Minang dan menjadi vokalis cewek grup musik lain.
Sebagai sesama perantauan dari Indonesia yang punya hobby musik, mereka kerap menyambangi studio musik di kota Utrecht.
Nah, pada suatu saat grup band Euronesia mengadakan jamming. Mereka mengundang beberapa pemain musik Indonesia di Belanda untuk datang ke studio.
“Saya pun datang ke sana, sekadar memberi support. Ternyata, Junaedi berasal dari Sumatera Barat juga ada di sana. Kami pun berkenalan.
Apalagi saya juga orang asli Minang. Sebagai sesama urang awak, pembicaraan pun semakin lancar,” Ajo mengisahkan.
Mereka pun membuat janji untuk jamming bareng. “Dan ternyata cocok. Selera musik kami sama. Tapi saat itu kami tidak punya pemain bas.