The Rivers, Band Indonesia di Belanda yang “Mengalir” Seperti Sungai

Menurut Ajo, jenis musik dan lagu yang mereka bawakan sangat bergantung dari tema acaranya.

“Misalnya tema budaya, ya kami menyanyikan lagu-lagu daerah. Sedangkan jika acara besar, seperti kemarin saat D’Masiv pentas di kota Amstelveen, kami menyanyikan lagu pop Indonesia. Intinya kami all around music,” tutur Ajo.

Berasal dari grup berbeda

Bermula dari pertemuan Ajo dan Junaedi di Amsterdam. (Foto: Ajo Chudria)

The Rivers terbentuk saat Ajo bertemu Junaedi -keduanya sama-sama orang Minang- di sebuah acara di Amsterdam pada 2017.

Saat itu mereka bermain di grup musik masing-masing. Lalu mereka bertemu Iane, yang juga berasal dari Minang dan menjadi vokalis cewek grup musik lain.

Sebagai sesama perantauan dari Indonesia yang punya hobby musik, mereka kerap menyambangi studio musik di kota Utrecht.

Nah, pada suatu saat grup band Euronesia mengadakan jamming. Mereka mengundang beberapa pemain musik Indonesia di Belanda untuk datang ke studio.

“Saya pun datang ke sana, sekadar memberi support. Ternyata, Junaedi berasal dari Sumatera Barat juga ada di sana. Kami pun berkenalan.

Apalagi saya juga orang asli Minang. Sebagai sesama urang awak, pembicaraan pun semakin lancar,” Ajo mengisahkan.

Mereka pun membuat janji untuk jamming bareng. “Dan ternyata cocok. Selera musik kami sama. Tapi saat itu kami tidak punya pemain bas.

Kemudian mereka bertemu Rully, seorang mahasiswa di Den Haag. Jadilah grup musik dengan empat anggota, yaitu Ajo, Junaedi, Iane dan Rully.

Tidak dibayar

Ajo Chudria. (Foto: Dok Ajo Chudria)

Untuk pertama kalinya, kelompok Ajo dkk yang saat itu belum memiliki nama, tampil di acara AKSI (Ajang Kreasi Seni Indonesia) di Amsterdam.

Kemunculan band The Rivers pada 2018 itu membuat keberadaan mereka makin dikenal.

Lalu secara beruntun mereka mendapat undangan untuk mengisi acara yang digelar AKSI. Termasuk saat ada acara penggalangan dana untuk korban bencana di Indonesia.

Saat itu, kata Ajo, mereka tampil di pentas musik hanya sekadar having fun.

“Kami senang karena pada akhirnya punya komunitas musik Indonesia di tanah rantau. Konsepnya minimalis. Karena kami kan hanya berempat saat itu. Meskipun tanpa bayaran, kami puas bisa bermain bersama, ada penonton yang juga bisa terhibur,” imbuhnya.

Awalnya mereka tampil sebagai grup musik tanpa nama. Tapi karena tampil di depan publik, mereka harus punya nama grup.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *