Selain itu juga ada ketidakkompakan, baik secara internal di dalam kepanitiaan PPLN maupun dalam koordinasi dengan pihak KBRI. Akibatnya, proses input dan verfikasi data menjadi tidak berjalan.

Kendati konsuler telah membantu, namun masih banyak warga yang tidak mendaftarkan diri karena tidak mendapat informasi, dan juga tidak ada inisiatif untuk mencari karena menganggap sistem data akan berfungsi otomatis berdasarkan pemilu sebelumnya.

Warga Indonesia di Italia juga mengeluhkan sistem pemberitahuan yang hanya mengandalkan organisasi dan grup Whatsapp (WA). Tidak secara personal atau privat, padahal ini sifatnya perseorangan.

Oleh karena itu, warga beranggapan cara komunikasinya dianggap kurang agresif dan bersifat “saling mengandalkan”.

Pakai uang pribadi, gaji tak dibayarkan

Unjuk jari seusai mencoblos. (Foto: Rieska Wulandari)

Selain itu, Mistin juga mengakui adanya ketegangan dalam mengatur budget, dimana ada kecenderungan panitia secara personal ada yang ingin “menguasai dan memanipulasi” penggunaan budget yang disediakan KPU.

“Saking pusingnya dengan keuangan, karena seolah dikuasai pihak tertentu, saya dan teman saya, Pak Fajar, terpaksa menggunakan uang pribadi. Itu tidak semuanya diganti oleh bendahara. Bahkan sebetulnya KPU Pusat juga masih memberikan gaji sampai bulan Maret kepada panitia, tapi kami tidak menerimanya. Alasan mereka, karena kami tidak ke kantor. Ya saya kan di Indonesia, tapi itu kan hak individu panitia,” keluhnya.

Mengenai nasibnya apakah ada kemungkinan bisa kembali ke Italia, Mistin mengaku lebih memilih untuk menetap di Indonesia.

“Sebenarnya saya masih ada kesempatan untuk bisa kembali pulang ke Italia dan mengurus surat izin tinggal. Tapi keluarga saya meminta saya tetap tinggal di Indonesia dan anak-anak saya juga meminta agar saya dan ayah mereka kembali berkumpul bersama keluarga,” tuturnya.

Kini ia bergabung dengan adiknya membangun bisnis katering di Jakarta, dan selama sebulan terakhir bisnis kateringnya berjalan baik dengan banyaknya order dari berbagai pihak.

“Aku kan di Italia punya pengalaman urus katering dan paham urusan sertifikasi makanan dan menjaga kebersihan yang diterapkan pemerintah Italia yang memiliki standar tinggi. Jadi saya sih optimis bisa berkembang di Jakarta. Doakan saya semoga bisnisnya lancar,” ujarnya.

KBRI Roma tidak simpatik

Surat suara yang dikirimkan lewat pos. (Foto: Rieska Wulandari)

Fajar Kelana, anggota PPLN yang juga menjadi anggota panitia pada Pemilu 2024, menilai bahwa tahun ini sikap pimpinan KBRI Roma tidak simpatik kepada panitia.

Menurutnya, panitia hanya diberi sebuah ruangan yang sangat sempit, sehingga tidak cukup untuk menyimpan logistik dan kegiatan panitia dalam mempersiapkan pemilu.

Setelah berbagai strategi permohonan secara persuasif tak digubris, akhirnya panitia mulai mencoba cara agresif, hingga akhirnya diberi ruangan lebih luas di sanggar gamelan.

Namun panitia harus membereskan dulu ruangan yang penuh peralatan gamelan itu sebelum digunakan untuk sekretariat PPLN.

Selain itu, ia menilai tak ada manajemen yang baik dalam hal pendanaan. Ia menilai seolah dana dihambur-hamburkan di periode awal, dan di masa-masa akhir tidak ada lagi uang operasional, sehingga petugas harus menanggung biaya operasional dari kantong sendiri.

Fajar mengaku telah mengeluarkan ratusan euro dari kantong pribadinya untuk biaya operasional, karena dana dari KPU sudah habis tidak jelas jejaknya.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *