Ia juga menengarai ada uang gaji yang dikirim oleh KPU sampai bulan Maret 2024, namun ia tidak menerimanya, dan ini membuatnya heran sebab KPU telah mengirimkan uang tersebut ke KBRI Roma.
Ia juga mengeluhkan, hingga Maret 2024 belum menerima gaji dari KPU. Ini yang membuatnya heran sebab KPU telah mengirimkan uang tersebut ke KBRI Roma.
Selain soal penggunaan dana yang tampak tidak profesional, Fajar juga mengeluhkan cara perekrutan tim PPLN KBRI Roma yang tampaknya dilakukan berdasarkan sentimen pribadi dari kalangan tertentu.
“Panitia dipilih tidak berdasarkan kompetensinya tapi berdasarkan like and dislike,” ujarnya.
Senada dengan Fajar, Wawan seorang staf KBRI Roma, juga mengaku keheranan dengan panitia PPLN KBRI Roma yang mengangkat seorang petugas, padahal ia dalam kondisi hamil dan punya anak kecil.
“Para peserta pemilu di Malta itu kan kebanyakan ABK (anak buah kapal, Red). Bagaimana caranya seorang panitia yang sedang hamil dan punya anak kecil bisa melakukan pendataan ke kapal-kapal untuk menjaring para peserta pemilu? Itu kan aneh dan sangat berisiko untuk ibu hamil,” ujar Wawan.
Mengenai kurang koordinasi antara KBRI Roma dan petugas PPLN, Wawan menjelaskan bahwa sejak awal ketua tidak langsung mengundang pihak KBRI untuk bekerja sama.
“Kami baru diajak setelah kekisruhan muncul. Tentu saja kisruh pendataan bisa diminimalisir jika kami diajak kerja sama lebih awal, karena kami memiliki basis data yang valid dan reliable untuk menjadi bahan masukan bagi panitia sehingga panitia tidak bekerja dari nol,” paparnya.
Sosialisasi yang Tak Sosial
PPLN KBRI Roma memang melakukan banyak sosialisasi pemilu sebelum Pemilu.
Namun praktiknya lebih mirip acara jalan-jalan bagi pengurus, sebab selalu saja pemberitahuannya sangat mepet dan diumumkan secara kurang efisien melalui media sosial dan grup WA.
Akibatnya, warga yang tidak masuk dalam grup tidak mendapatkan informasi dan tidak tahu apa yang harus disiapkan untuk mengikuti Pemilu 2024.
Bahkan usai sosialisasi, Ossi, seorang warga Firenze, menulis pengaduan di media sosial karena kecewa terhadap panitia yang meminta data peserta yang hadir dalam sosialisasi tersebut.
Namun saat pemilu hendak dilakukan, nama mereka ternyata tidak ada dalam DPT.
Senada dengan Ossi, Fajar bahkan menduga seolah ada unsur kesengajaan dari oknum tertentu.
“Sepertinya petugas memang sengaja membuat pengumuman mendadak dan hanya melalui medsos atau grup WA supaya yang hadir tidak terlalu banyak, karena kalau banyak, dana yang dikeluarkan untuk ‘jalan-jalan’ menjadi berkurang,” tutur Fajar.
TIM Komisioner KPU akan ke Italia
Sementara itu, WE mendapat kabar akan ada kunjungan tim Komisioner KPU ke Italia, pada 8-12 Mei mendatang. Namun belum jelas, apakah kedatangan delegasi tersebut untuk melakukan evaluasi dengan PPLN Italia atau tidak.
WE mencoba menghubungi komisioner dan mengirimkan beberapa pertanyaan, namun hingga saat ini masih menunggu jawaban dari KPU.
Demikianlah pemilu di Italia yang berakhir tragis bagi beberapa orang yang terlibat di dalamnya, semoga artikel ini bisa menjadi bahan evaluasi dan menjadi pelajaran bagi pemilu yang akan datang.***
Foto headline: Penghitungan suara pada Pemilu di Roma Italia (Dok Kemlu RI)