Penulis: Rieska Wulandari
Milan, Wartaeropa.com – Informasi kerap dipandang sebagai sebuah kata yang remeh dan sepele, dianggap murah dan bahkan gratis. Kalau ada bagus, kalau enggak ada ya enggak apa-apalah ya.
Mereka yang tak menganggap informasi adalah barang mahal adalah mereka yang jarang membuat keputusan berdasarkan analisa sendiri.
Mereka adalah orang-orang bertindak berdasarkan keputusan orang lain: keputusan bos, keputusan atasan, keputusan manajemen, keputusan klien, keputusan orang tua, keputusan suami, keputusan istri, keputusan keluarga besar, keputusan pemuka agama, keputusan guru, keputusan pak RT, keputusan hansip, dan sebagainya. Intinya, seumur hidup mereka TAK PERNAH MEMBUAT KEPUTUSAN SENDIRI.
Membuat keputusan itu berat dan sulit, apalagi kalau dididik untuk “menyenangkan dan membuat orang lain nyaman, tanpa memperhatikan apa yang sebetulnya menjadi esensi kebutuhan pribadinya”.
Kan, kita dididik untuk tidak egois. Jadi kalau mengambil keputusan harus membuat yang lain nyaman. Jadi tak ada relevansinya dengan informasi. Keputusan hanya relevan kalau yang lain senang.
Betul, kalau yang lain itu sama-sama punya jalan pikiran sehat, ya harus membuat nyaman yang lain. Tapi kalau yang lain itu toxic, sama saja dengan menggali kubur sendiri. Tapi itulah, mengambil keputusan berkelas di tengah lingkungan toxic, berpotensi membuat seseorang teralienasi.
Informasi itu penting sebagai landasan seseorang membuat keputusan. Tanpa informasi yang jelas, apa yang bisa kita putuskan? Dia hanya akan membuat keputusan-keputusan blunder. Alih-alih memberi solusi, malah bikin depresi.