Dia melihat adanya praktek pasung yang ternyata masih dilakukan di beberapa rumah sakit mental swasta di Ibu Kota.

Atiek sendiri mengakui, gangguan mental dimilikinya secara genetik. Kakek dari pihak ibu kerap harus menjalani pasung saat gangguannya muncul.

Selain itu, beberapa anggota keluarga lainnya, seperti tantenya, juga punya simptom (gejala) “bicara sendiri”.

Akui diri secara terbuka

Mengakui diri sebagai wong kenthir (orang gila/keluar dari pemikiran umum), Atiek justru merasa itu adalah “jalan ninjanya”, untuk membuat orang paham pada gangguan mental ini.

Wong Kediri itu merasa dunia panggung bisa memuaskan “kehausannya” pada kekosongan mentalnya. Usai tampil di panggung, ia memilih untuk pulang dengan pesawat paling pagi agar segera bisa mengurung diri di kamar. Semacam depresi yang cukup kronik.

Atiek mengaku, di bawah pengobatan pun kadang simptom-nya masih muncul. Dia sama sekali tidak menyarankan pengobatan alternatif, karena penyakit mental perlu penanganan serius dan terukur, untuk mengembalikan/ menormalkan keseimbangan zat kimia di dalam otak.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *