Penulis: Krisna Diantha
Bern, Wartaeropa.com – Die fetten Jahre sind vorbei (Pesta itu sudah berakhir). Semacam itulah proses pelaksanaan ibadah haji di Swiss.
Paling tidak, jika dua tahun sebelumnya, proses pelaksanaan Rukun Islam Kelima itu begitu mudah dan murah meriah di negeri Heidiland itu, kini justru sebaliknya.
“Tak ada lagi jaminan bisa berangkat, kalau pun berangkat pun belum tentu bisa bersama dengan muhrimnya,” kata salah seorang calon haji Indonesia asal Swiss yang enggan namanya ditulis.
Beberapa jamaah haji Indonesia asal Swiss lainnya, bahkan cenderung menutup diri untuk mengungkapkan kegagalannya naik haji tahun ini. “Hubungi yang lain saja,” katanya mengelak.
Semua kesulitan itu bermula sejak pandemi corona melanda dunia, dua tahun silam. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, yang sebelumnya menunjuk travel agent di Swiss untuk mengurus ibadah haji, kemudian mengubahnya. Peran travel agent dihapus, muncullah sistem satu pintu melalui platform online.
Sejak dua tahun lalu, calon haji harus daftar sendiri secara online. Dulu melalui platform Montawif, tahun ini lewat Nusuk. “Pada akhirnya, ada yang bisa berangkat, ada yang tertunda,“ ujar Ustad Desrial Anwar.
Ustad Aal, begitu imam umat Islam Indonesia di Swiss ini biasa disapa, melihat bahwa sistem baru itu belum sempurna.
“Masih trial and error. Tapi ibadah haji itu panggilan Illahi. Bagi yang belum bisa berangkat tahun ini, kita doakan semoga bisa berangkat di tahun depan, insyaa Allah,“ kata Ustad Aal.
Tercatat ada sekitar 30-an ethnis Melayu, utamanya Indonesia dan Malaysia, yang mendaftarkan diri untuk melaksanakan Ibadah Haji melalui embarkasi Swiss. Namun di detik detik terakhir, hanya 12 yang bisa berangkat. Tujuh orang melalui platform Nusuk, lima orang melalui travel agent.