Namun undangan yang sama disampaikan juga untuk Putin, yang telah memutuskan untuk menerimanya, tanpa menyebutkan partisipasi jarak jauh.
Jadi Indonesia, alih-alih mengikuti undangan Draghi, ingin mengatur putaran, menjadi tuan rumah pertemuan pertama antara dua pihak yang bertikai, Putin dan Zelensky.
Tentu saja, buan November masih jauh. Dari sini ke sana, apa pun bisa terjadi. Mengingat intensitas pertempuran, gagasan menunggu 5 bulan lagi sebelum memulai negosiasi tampak tragis.
Namun saat ini langkah Joko Widodo merupakan isyarat paling konkrit yang telah dibuat untuk membayangkan tempat dan tanggal di mana dialog gencatan senjata akan berlangsung.
Hal ini dibarengi dengan inisiatif yang terus dilakukan Turki untuk membuka blokir ekspor gandum dan biji-bijian dari Ukraina ke seluruh dunia melalui Laut Hitam.
Justru mereka yang berada di Timur menunjukkan dinamisme yang setara dengan ambisi kekuatan-kekuatan yang muncul ini. Tidak hanya Amerika dan Rusia, Cina dan Uni Eropa, dunia sedang melihat serangkaian kekuatan regional “tingkat kedua” yang menegaskan diri mereka sendiri, dengan identitas nasional yang kuat dan semangat otonomi.
Peluang sukses Joko Widodo sebenarnya minim. Tetapi untuk mendorongnya ada risiko krisis pangan global yang akan melanda negara-negara miskin di atas segalanya.
Indonesia adalah protagonis di atas segalanya sebagai produsen dan pengekspor minyak sawit nomor satu, minyak goreng yang paling banyak digunakan di planet ini, makanan pokok di banyak daerah miskin.
Sementara itu, pada laman media independen Euroaktiv dengan judul “G20, Kepresidenan Indonesia Mencari Solusi untuk Perang di Ukraina” disebutkan: “Presiden Indonesia Joko Widodo, yang akan memimpin G20 berikutnya, akan bertemu dengan rekan-rekannya di Ukraina dan Rusia minggu depan, untuk menemukan solusi damai untuk konflik tersebut. Ini adalah kunjungan pertama dari jenisnya oleh seorang pemimpin Asia”.
Dalam berita itu disebutkan, perang di Ukraina sebagian membayangi pertemuan G20 tahun ini, dengan kepresidenan Indonesia berusaha untuk menjaga persatuan anggotanya dengan menolak ancaman dari Barat untuk memboikot KTT November, dan seruan untuk mengecualikan Rusia.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan, kunjungan Jokowi ke Moskow dan Kiev akan dilakukan dalam situasi “tidak normal”.
“Presiden menunjukkan belas kasihan pada krisis kemanusiaan, dia akan mencoba untuk berkontribusi melawan krisis pangan yang disebabkan oleh perang dan dampak yang dirasakan di semua negara, terutama negara berkembang dan berpenghasilan rendah,” kata Retno, dalam konferensi.
“Dia akan bekerja untuk semangat perdamaian,” pungkasnya.
Jokowi akan bertemu dengan Volodymyr Zelensky dan Vladimir Putin, setelah mengundang keduanya ke KTT G20 di Bali. Menteri Retno Marsudi tidak merinci topik apa yang akan disinggung Jokowi dalam pembicaraan yang akan diikuti G7 di Jerman, dan pertemuan bilateral dengan para pemimpin dari negara lain.
Pada pertemuan di Jerman, kata Retno, Jokowi akan membahas ketahanan pangan dan energi, menekankan pentingnya Rusia dan Ukraina untuk pasar gas dan minyak, tetapi juga untuk gandum dan biji-bijian.
“Situasinya sangat kompleks saat ini. Kelanjutan perang akan berdampak pada kemanusiaan dengan krisis pangan, energi, dan keuangan,” katanya, seraya menambahkan bahwa Jokowi baru-baru ini berbicara sebagai ketua G20 dengan Jerman dan Turki.
“Kami telah memutuskan untuk tidak menggunakan ‘megaphone diplomacy’, untuk mencapai manfaat besar bagi dunia,” tambahnya.
Indonesia abstain dari Perserikatan Bangsa-Bangsa selama pemungutan suara 7 April pada resolusi yang menangguhkan keanggotaan Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Sementara itu, dalam laman koran nasional Repubblica ditampilkan berita dengan judul: ”Widodo di Kiev: Presiden Indonesia Mencoba Menengahi Antara Zelensky dan Putin”.
Dituliskan bahwa ia (Jokowi) adalah pemimpin Asia pertama yang mengunjungi kedua negara sejak pecahnya perang. Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, bekerja untuk membawa kedua belah pihak kembali ke meja perundingan dan mencoba mengusulkan solusi untuk ekspor biji-bijian, membatasi kenaikan global dalam harga bahan baku dan energi murni. []
Foto headline: Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin, Moskow, Kamis (29/6/22). (BPMI Setpres/Laily Rachev)