Karisma Wanita Indonesia Lestarikan Budaya Nusantara di Belanda

Keduanya lalu sepakat mengadakan acara pemilihan “ala putri Indonesia” yang diadakan di Belanda. Setelah itu mereka berembuk, siapa yang mencari dana, menjadi juri, menjual tiket, dan lainnya.

Tak disangka, beberapa warga Indonesia lainnya turut membantu. Mereka adalah Yuni Harkema dan Sehati Martin (Nora).

“Jadi dalam tim inti, kami memang hanya berempat dengan tugas masing masing,” ujar Sita.

Selain mengatur jalannya acara, Sita juga diminta menjadi juri bersama Yohannes, seorang perancang busana Indonesia yang tinggal dan menetap di Swiss.

Pertunjukan tari oleh Nuansa Bali Dance Group. (Foto: Edi De Dancer)

 

Disponsori pengusaha Indonesia

Sponsor yang ikut serta dalam acara ini cukup banyak. Menurut Edi De Dancer, para sponsor itu adalah pengusaha Indonesia yang ingin memperkenalkan produknya di Belanda. Misalnya, pengusaha properti dan vila di Bali.

Sita menjelaskan, dalam menjalankan acara ini, ia membagi tugas dengan Edi. Misalnya, untuk susunan acara dipegang Sita, sedangkan Edi menangani sponsor dan keuangan.

Secara umum acara ini terbilang sukses dan mendapat respon positif dari pengunjung. Namun ada juga pengunjung yang merasa kecewa. Seperti diungkapkan seorang tamu yang enggan disebut namanya. Menurutnya, acara ini durasinya terlalu lama dan tidak efektif. Ia ingin ada acara nyanyi dan joget bersama.

Acara ini dimeriahkan Nuansa Bali Dance Group. Musik dan lagu dibawakan oleh Ferry dan Dewi. Sementara MC dibawakan Kania Linda, warga Indonesia yang tinggal di Utrecht.

Edi merasa senang karena acara ini berjalan dengan baik dan lancar. “Semua ini karena dukungan warga Indonesia yang ada di Belanda, dan juga mereka yang memiliki visi dan misi yang sama, yaitu membangun citra bangsa Indonesia di negara Belanda,” ucapnya.

 

Makanan tradisional

Menjelang waktu santap malam, tamu dipersilahkan membeli makanan yang tersedia di ruangan itu. Tentu saja masakan Indonesia, seperti rendang, telur balado, ayam rica-rica, dan lainnya. Juga ada kue tradisional seperti risoles, lemper, dan sebagainya.

Edi mengakui kalau acara ini masih banyak yang harus diperbaiki. Untuk itu, ia dengan lapang dada menerima saran dan kritik membangun.

“Toh ini juga untuk kebaikan kita semua. Betul saya mendengar bahwa ada yang mengatakan bahwa waktunya dibuat sepadat mungkin dan mungkin juga jalan di catwalknya juga harus lebih banyak dan variasi. Tujuannya supaya lebih melibatkan peserta dan tamu undangan untuk lebih aktif dan interaktif,” tutur Edi.

Ia menambahkan, ia berencana tahun depan akan membuat acara yang lebih menarik dan penuh kejutan.

Edi sudah 20 tahun tinggal di Belanda. Sesampainya di Belanda, Edi merasa terpanggil untuk melestarikan budaya Indonesia.

“Saya ingin memperkenalkan budaya Bali melalui tarian di Belanda dan sekitarnya,” kata pria yang lebih senang menggunakan “nama panggung” Edi De Dancer itu ketimbang nama aslinya.

Tak heran jika kini ia lebih dikenal sebagai penari profesional dan event organizer di Belanda.

Editor: Tian Arief

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *