Rupanya itu cara orang kaya “menangkap” air hujan, kemudian mengalirkannya ke ruangan bawah tanah. Di ruangan bawah tanah (basement) ada budak-budak yang bertugas menampung air dan menyimpannya untuk keperluan mandi, makan, minum, dan untuk bersih-bersih rumah.

Sebagaimana orang-orang sekarang, orang Pompeii juga rajin mengunjungi ke spa dan pergi ke gym, terutama untuk para atlet dan gladiator. Di sana terdapat ruang latihan olah raga lengkap dengan ruang ganti bagi atlet, yang lokasinya berhadapan dengan arena. Semacam wisma atlet yang punya akses ke gedung pertandingan.
Selain itu, ada teater, dengan panggung dan auditorium berundak. Orang-orang bisa menonton dengan nyaman. Di belakang panggung ada pembagian ruang untuk akses keluar-masuk artis dan ruang ganti, persis seperti teater modern yang terdapat di kota besar zaman kiwari. Bedanya, zaman itu belum ada listrik.

Arena memiliki atap kanvas yang bisa dibuka saat musim panas, memberikan keteduhan bagi para hadirin. Mereka tahu persis bagaimana menghibur diri dengan menonton pertunjukan budaya atau olah raga.
Mereka juga melukis bagian luar rumah dengan semacam reklame dan baliho politik. Hingga kini di dinding ada tulisan masih terbaca. Rupanya Pompeii akan menggelar pemilu. Tapi keburu hancur disapu awan panas dan kejatuhan material vulkanis dari vulkano.

Dari Pompeii, kita jadi tahu bahwa manusia sudah punya rumah bordil dengan budak perempuan dan gambar porno untuk mengundang dan mendorong gairah pelanggan.
Pompeii adalah sebuah kota metropolitan. Ada berbagai profesi yang tercatat di sana, antara lain nelayan, prajurit, pedagang, atlet, pengusaha, penjual makanan, tukang cukur, produsen anggur, dokter, binatu/laundry, dan tukang mewarnai kain. Ada ahli sejarah yang lolos dari maut, kemudian menuliskan tentang dahsyatnya musibah erupsi gunung Vesivius.

Jadi, dibandingkan dengan zaman sekarang, manusia tidak banyak berubah. Masih begitu-begitu saja. Bedanya, kita sekarang punya listrik dan teknologi internet, serta sudah tidak ada praktik perbudakan.
Setelah “mengunjungi” kota Pompeii lewat tulisan ini, masihkah anda menganggap semua orang jadul itu terbelakang? []
Editor: Tian Arief