Teater Pompeii, dengan panggung dan auditorium berundak, tempat warga kota menyaksikan pertunjukkan seni dan budaya. (Foto: Rieska Wulandari)

 

Arena memiliki atap kanvas yang bisa dibuka saat musim panas, memberikan keteduhan bagi para hadirin. Mereka tahu persis bagaimana menghibur diri dengan menonton pertunjukan budaya atau olah raga.

Mereka juga melukis bagian luar rumah dengan semacam reklame dan baliho politik. Hingga kini di dinding ada tulisan masih terbaca. Rupanya Pompeii akan menggelar pemilu. Tapi keburu hancur disapu awan panas dan kejatuhan material vulkanis dari vulkano.

Kebun anggur yang kembali diaktifkan. Pompeii memproduksi anggur dan mengeksportnya ke negara-negara tetangga, seperti Yunani dan Mesir. Bukti tabung tanah liat yang disebut amphora khas Pompeii ditemukan di sekitar Pompei dan situs lain di luar Pompei. (Foto: Rieska Wulandari)

 

Dari Pompeii, kita jadi tahu bahwa manusia sudah punya rumah bordil dengan budak perempuan dan gambar porno untuk mengundang dan mendorong gairah pelanggan.

Pompeii adalah sebuah kota metropolitan. Ada berbagai profesi yang tercatat di sana, antara lain nelayan, prajurit, pedagang, atlet, pengusaha, penjual makanan, tukang cukur, produsen anggur, dokter, binatu/laundry, dan tukang mewarnai kain. Ada ahli sejarah yang lolos dari maut, kemudian menuliskan tentang dahsyatnya musibah erupsi gunung Vesivius.

Amphora, tempat minuman anggur dari tembikar yang biasa digunakan warga Pompeii. (Foto: Rieska Wulandari)

 

Jadi, dibandingkan dengan zaman sekarang, manusia tidak banyak berubah. Masih begitu-begitu saja. Bedanya, kita sekarang punya listrik dan teknologi internet, serta sudah tidak ada praktik perbudakan.

Setelah “mengunjungi” kota Pompeii lewat tulisan ini, masihkah anda menganggap semua orang jadul itu terbelakang?  []

Editor: Tian Arief

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *