Permadani dinding yang disimpan di Tapisserie de Bayeux (Museum Permadani Dinding Bayeux) mengisahkan epos penguasa Normandia dalam perebutan tahta kerajaan Inggris sepeninggal Raja Edward The Confessor, Edward Sang Penerima Pengakuan Dosa.

Berpegang pada wasiat almarhum pamannya yang tak berputra itu, Guillaume le Batard, berangkat ke Inggris. Tujuannya menggulingkan Harold Godwinson, ipar almarhum yang dipilih para bangsawan Inggris mengantikan Raja Edward.

Kemenangannya pada 1066 atas Harold yang terbunuh dalam perang di Hasting, membuatnya mendapat julukan Guillaume le Conquereur, William The Conqueror atau William Sang Penakluk.

Demikianlah hampir seribu tahun permadani dinding tersebut menjadi saksi bisu sejarah. Keelokannya tak lekang oleh zaman dengan segala situasi dan kondisinya, menjadi harta yang sungguh tak ternilai.

Guna menghindari dari kerusakan, cahaya, suhu dan kelembaban ruangan tempat permadani dinding dipajang sedemikian rupa. Suhunya tak boleh terlalu lembab yang bisa menyebabkan munculnya jamur. Tak boleh juga terlalu kering yang bisa mematahkan benang-benangnya.

Demi pelestarian itu pulalah cahaya ruangan dibuat remang-remang. Selain itu para pengunjung dilarang memotret di ruang pajang permadani dinding. Pengambilan gambar dengan kamera maupun smartphone bisa merusak permadani secara perlahan.

Foto yang ditampilkan di sini adalah foto replikanya yang dipajang di toko souvenir. Karena tak bisa memotret permadani dinding yang asli, untuk kenang-kenangan, ada pula semacam brosur yang merupakan miniatur keseluruhan permadani dinding dengan skala 1:7.

Dalam Museum Tapisserie de Bayeux. (Foto: Sita Phulpin)

By Redaksi

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *