Ika sempat merasa berkecil hati ketika ayahnya mendaftarkannya sebagai pramugari di sebuah perusahaan penerbangan yang berbasis di Hong Kong, seolah ayahnya ingin ia “pergi jauh dari rumah”.
Tapi rupanya, pekerjaan itu memberinya kesempatan untuk menjalani sekolah menjahit di Hong Kong dan memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolah desain dan busana di Inggris.
“Setiap punya hari libur, saya berangkat ke sekolah untuk belajar desain dan menjahit,” tuturnya.
Usahanya tak sia-sia, setelah membahagiakan orang tuanya dengan mengajak berkeliling Eropa dari penghasilannya sebagai pramugari, ia kemudian mantap untuk keluar dari profesinya dan mendirikan perusahaan di Hong Kong.
Berbekal karya-karyanya yang memesona, ia menjadi salah satu desainer paling penting di Hong Kong.
Sebagai desainer yang besar di Bali dan selalu terinspirasi oleh indahnya alam Pulau Dewata, ia memprakarsai Bali Fashion Week pada 2000.
Kiprahnya terus berkembang, menjawab kebutuhan “slow fashion” dunia, ia berkolaborasi dengan 3000 pengrajin eco-print di seluruh Tanah Air. Mereka pun menjadi mitra bagi industri fashion yang berkelanjutan.
Di Paris, karyanya tampil memikat. Ia mempersembahkan koleksinya di Vendom Historical Westin.
Koleksinya terlihat elegan tapi tetap mampu mewakili pesannya dalam membangun kesadaran sosial berkelanjutan.
Sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam industri fashion yang persaingannya sangat keras dan ketat.***