San Marino Rayakan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer Melalui Perlawanan dalam Gambar

Penulis: Rieska Wulandari

SEJAK dulu, Nusantara bermain dengan simbol. Lukisan tertua di dunia terdapat di dalam gua purba di Maros, Sulawesi Selatan. Namanya situs Leang-leang, yang usianya diperkirakan 51.200 tahun. Lebih tua dari lukisan gua purba di Spanyol yang “hanya” 40.800 tahun.

Indonesia memiliki DNA seni yang sangat purba. Sebelum bisa menulis, manusia menggambar, dan menggambar adalah menyuarakan gagasan, ide dan eksistensi.

Saat bahagia atau saat terdesak, seni adalah jalan ekspresi. Dalam perjuangan melawan kesunyian di tengah penindasan, seni menjadi suara.

Gambar bukanlah sekadar hiasan, melainkan alat untuk menafsirkan dan mentransformasi dunia.

San Marino

Pelatihan bertema Disegnare per resistere (Menggambar untuk bertahan). (Foto: Dok Fajar Kelana)

San Marino adalah negara berbentuk republik pertama di dunia. Negara ini kecil, namun esensial bagi peradaban modern.

Kendati mungil, negara ini berkontribusi memberikan denyut perlindungan HAM dan membatasi kekuasaan dalam kehidupan modern pada dunia.

Pada Kamis 9 Oktober 2025, Yayak Yatmaka, seniman dan aktivis Indonesia lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, menggelar pelatihan bagi para guru di San Marino, dengan tema Disegnare per resistere (Menggambar untuk bertahan) atau Gambar Sebagai Senjata Rakyat Merdeka.

Ia membimbing para guru ke inti pengalaman, bahwa mendidik dengan seni sama dengan mengajarkan cara berpikir, cara melihat dan cara memilih sisi.

Sebuah pedagogi kesadaran. Singkatnya, gambar sebagai percikan empati dan perjuangan.

Kisah-kisah mereka yang tak bersuara terjalin dalam warna, dan tangan para guru bergabung dengan tangan para siswa untuk membayangkan masa depan yang lebih manusiawi.

Menggambar lebih dari sekadar lokakarya. (Foto: Dok Penyelenggara)

Tema lokakarya ini adalah Libertas (kebebasan).

“Saya tahu bahwa Libertas adalah jiwa San Marino,” jelas Yatmaka. “Dan saya bertanya-tanya bagaimana cara mempraktikkannya. Jadi saya meminta para guru untuk mengekspresikan melalui gambar apa yang diwakili oleh kata tersebut bagi mereka. Mereka akan meminta anak-anak melakukan latihan yang sama,” sambungnya.

Menggambar untuk melawan lebih dari sekadar lokakarya. Ia adalah tindakan politik, sebuah gestur kebebasan yang lahir dari tanda. Setiap goresan menjadi kenangan, kecaman, solidaritas.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *