Namun beberapa tetes perak yang mencair itu jatuh tepat di atas lembaran kain kafan dan membakarnya di beberapa titik.
Kain Kafan itu kemudian diserahkan kepada biarawati ordo Santa Clara Chambery, yang ditugasi untuk memperbaikinya.
Pada 1535 Kadipaten Savoy berperang: Duke Charles III harus meninggalkan Chambery dan membawa Kain Kafan bersamanya.
Pada tahun-tahun berikutnya lembaran itu mengembara ke Turin, Vercelli dan Nice; pada tahun 1560 Emanuele Filiberto, penerus Charles III, membawa Kain Kafan itu kembali ke Chambery, dan disimpan selama delapan belas tahun.
Pindah ke Turin
Keluarga Savoya memindahkan ibu kota kadipaten mereka dari Chambery ke Turin pada 1563. Pada 1578 Adipati Emanuele Filiberto memutuskan untuk membawa Kain Kafan itu ke sana juga.
Alasan pemindahan Kain Kafan ke Turin ini diperkuat ketika Uskup Milan, Carolus Borromeus, yang berhasil mengatasi wabah di Milan. Ia menyatakan akan menuntaskan nazarnya dengan berjalan’ kaki, berziarah melihat Kain Kafan.
Bangsawan Savoy memahami bahwa Carolus Borromeus terlalu sepuh untuk melakukan perjalanan ziarah sampai ke Chamberry, dengan memindahkan kain kafan ke Turin, maka ziarah bisa ditempuh dalam waktu lima hari saja.
Carolus Borromeus yang berhasil menghapus wabah di Milan, berhasil melakukan nazarnya.
Sejak itu Kain Kafan itu tidak lagi dibawa kembali ke Chambery: dan tetap berada di Turin.
Masyarakat Indonesia, khususnya warga Jakarta dan Bandung, mengenal Carolus Borromeus sebagai nama rumah sakit yang berlokasi di Jakarta dan Bandung.
Di Italia, Carolus Borromeus dinyatakan sebagai orang suci, mengingat kiprah dan teladannya yang total dalam menghadapi wabah saat ia bertugas sebagai uskup di kota Milan hingga Milan berhasil mengatasi wabah tersebut.