Penulis: Sita Phulpin
Troyes, Wartaeropa.com – Kebanyakan wisatawan yang datang ke Troyes (baca: Troa) berasal dari negara-negara, Eropa selain dari Prancis sendiri tentunya.
Kota yang berjarak 150 km tenggara kota Paris ini belum populer di kalangan pelancong Asia.
Padahal kota ini begitu mempesona. Bersih, tenang namun hidup. Taman dan ruang publiknya asri, dihiasi patung-patung keren.

Belum lagi ragam arsitekturnya. Di balik gedung-gedung megah abad ke-18 dan 19, berdiri gereja-gereja kuno bergaya gotik sekaligus renaissance.
Yang paling mengesankan adalah deretan rumah kuno berangka kayu (maison à pan de bois atau maison à colombage) beraneka warna di kiri kanan jalannya.
Eye catching sekali! Aroma kayu di gang-gang kecil membuat suasana medieval terasa kental.

Nyaris punah
Rumah-rumah berangka kayu ini nyaris punah saat terjadi kebakaran besar tahun 1524.
Rumah-rumah itu terselamatkan setelah masyarakat bahu membahu membangun kembali rumah tinggal mereka seperti sebelumnya, yakni menggunakan kayu oak dari hutan-hutan sekitarnya.
Dindingnya berupa campuran tanah liat, jerami, dan kotoran kuda, yang kemudian dikapur.

Terkadang tampak batu bata sebagai dekorasi. Zaman itu hanya segelintir keluarga tajir melintir yang mampu membangun kembali rumahnya dengan gaya renaissance asal Italia yang megah dari bebatuan yang lebih kokoh.
Pasca-Perang Dunia 2 terjadi resesi ekonomi. Akibatnya rumah-rumah tua itu menjadi kumuh tak terawat.
Banyak pihak yang ingin merobohkan rumah-rumah tua itu, dan menggantinya dengan gedung-gedung modern.
Namun Asosiasi Perlindungan Warisan Budaya Troyes menolaknya, bahkan berhasil meyakinkan masyarakat untuk melestarikannya.

Rumah yang kondisinya masih bagus direnovasi. Sedangkan yang sudah rusak parah dirobohkan atau direkonstruksi persis seperti aslinya.
Saat ini pun masih tampak beberapa gedung yang menunggu giliran direnovasi.