“Acara seperti ini perlu karena dalam kesempatan ini kita menunjukkan wajah Indonesia saat ini. Indonesia yang sudah lebih maju dan modern, di mata dunia dan tentu saja di mata negeri Belanda,” kata Dubes Mayerfas.
Tarian Saman dari Aceh pada mahasiswa Indonesia dari Wageningen Belanda membuka acara. Selain itu tarian dan lagu tradisional Nahin Ko-u Yoyo dari Tanimbar Archipelago Maluku lengkap dengan tabuhan gendang dan nyanyian. Di antara para penari, tampak pula warga Belanda.
Tarian Sajojo lengkap dengan baju tradisional dan riasan wajah Papua, tampil dinamis dan memukau para hadirin. Para penari juga turun dari atas panggung, mendekati para penonton dan mengajak mereka menari bersama. Decakan kagum dan pujian terdengar saat tarian usai.
Hidangan yang tersaji antara lain ketan serundeng yang disajikan dalam ukuran mini dan cantik. Sate ayam yang menjadi favorit, tekwan, iga bakar yang dikombinasi dengan nasi goreng, gado gado, dan juga tumpeng mini. Tak ketinggalan, es cendol dan aneka minuman hangat.
Acara dimulai pukul 5 sore waktu setempat dan berakhir hingga pukul 9 malam. Hari semakin malam dan dingin, meski begitu para tamu tampak enggan beranjak pulang. Mereka larut dan terus berjoget bersama.