Belajar Islam di Jerman, Mengapa Tidak? (Bagian 3 dari 3 Tulisan)

Akibatnya, selain kurangnya kemampuan berbahasa Jerman, ustad dan imam ‘impor’ juga kurang memiliki pemahaman dan wawasan yang memadai tentang lansekap sosio-kultural Jerman.

Di tengah makin maraknya penetrasi pemikiran ekstrimisme dan kelompok radikal, kebutuhan ustad dan imam seperti itu makin mendesak.

Dibukanya jurusan teologi Islam dan jurusan pendidikan guru agama Islam diharapkan mampu mencetak alumni-alumninya.

Tujuannya, selain menjadi guru agama Islam di sekolah-sekolah, juga menjadi ustad dan imam di komunitas-komunitas Muslim yang ada.

Sebagai contoh, Pusat Teologi Islam di Munster (Zentrum fur Islamische Theologie/ZIT) adalah satu dari empat pusat teologi Islam di Jerman.

Satu pusat teologi Islam membawahi dua jurusan di dua universitas.

Pusat teologi Islam itu antara lain, Muenster-Berlin, Frankfurt-Giessen/Marburg, Tubingen-Osnabruck, Nurnberg-Erlangen.

ZIT di Muenster merupakan pusat teologi Islam terbesar di Jerman dan mendapat bantuan sekitar 20 juta euro dari pemerintah Jerman.

ZIT di Munster dipimpin oleh Mouhanad Khorchide. Dia menyebut dirinya sebagai seorang ilmuwan sekaligus ahli agama.

Menurut Khorchide, pendidikan di ZIT Muenster mengacu pada metode ilmiah yang juga diterapkan dalam pendidikan teologi umum.

Suasana belajar di ruang kuliah, ZIT Muenster didesain sebagaimana jurusan lainnya.

Dewan pengawas ZIT diisi oleh anggota dari empat organisasi besar Islam yang ada di Jerman, yakni DITIB/Diyanet Isleri Turk Islam Birligi, Kounsil Islam/Islamraat, VIKZ/Verband der Islamischen Kulturzentren, dan ZMD/Zentralrat der Muslims in Deutschland.

Pimpinan ZIT Muenster, Khorchide, menolak interpretasi kaum fundamentalis yang pro-kekerasan, dan ZIT ingin menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Setiap tahun, ribuan orang melamar menjadi mahasiswa di ZIT, tetapi hanya sekitar 400-an mahasiswa yang bisa diterima.

Dua jurusan yang ditawarkan yakni jurusan teologi Islam dan jurusan Pendidikan Guru Agama Islam. Mahasiswa di pusat teologi tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan.

Mariam Sarway adalah salah mahasiswa di jurusan pendidikan guru agama Islam.

Dia sejak lama ingin bercita-cita menjadi guru agama Islam.

Apalagi sekarang mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sudah diterapkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah di Jerman.

Kebutuhan guru agama Islam di sekolah Jerman meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.

Sarway berharap bisa segera lulus kuliah dan berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan guru agama Islam di Jerman.

Di ZIT Muenster ada Daniel Garske yang memilih belajar di jurusan teologi Islam, bukan jurusan pendidikan guru agama Islam.

Dia adalah seorang muallaf dan baru mulai belajar tentang teologi Islam dalam beberapa tahun belakangan.
Garske mengatakan bahwa dengan pengetahuan yang dia dapatkan di bangku kuliah. Dia nantinya ingin bekerja di bidang teologi Islam.

Saya juga ingin membantu agar wajah dan citra Islam dalam masyarakat Jerman dan Eropa menjadi lebih baik lagi. (Tamat)

*)Penulis sedang menempuh pendidikan di Goethe-Universität Frankfurt.

(Artikel ini sudah terbit di Jurnal Mlangi Volume IV No 4 Juli-November 2017)

Keterangan: Foto HL Kanselir Jerman (2005-2021) Angela Merkel bersama komunitas muslim di Jerman (Foto: Riaupagi.com).

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *