Belajar Islam di Jerman, Mengapa Tidak? (Bagian 2 dari 3 Tulisan)

Setelah diskusi-diskusi itu, akhirnya pada 2010, Menteri Pendidikan Federal yakni Annette Schavan membuka empat pusat kajian teologi Islam (Zentrum fur Islamische Theologie).

Kempat ZIT itu masing-masing membawahi dua universitas dengan dua jurusan, yakni Jurusan Studi-Islam dan Jurusan Pendidikan Guru Agama Islam.

Keempat ZIT itu membawahi:

(a) Universitas Muenster & Universitas berlin,

(b) Universitas Osnabruck dan Universitas Tubingen,

(c) Universitas Frankfurt dan Universitas Giessen/Marburg, dan

(d) Universitas Nurnberg dan Universitas Erlangen, semuanya mulai beroperasi sejak 2010 dan 2011.

Setelah rekomendasi Wissenschaftsrat, muncul perdebatan tentang apakah jurusan khusus yang mau didirikan itu sebenarnya jurusan teologi-Islam atau jurusan studi-Islam.

Prof Patrick Franke dari Universitas Bamberg adalah orang pertama yang mempertanyakan hal tersebut.

Di dalam tradisi akademik Jerman ada perbedaan yang tidak hanya semantik (karena dalam bahasa Inggris keduanya ditulis Islamic-Studies), yakni antara Islamische Studien (yang biasanya merujuk pada teologi-Islam) dan Islamwissenschaft (yang merujuk pada studi-Islam).

Teologi Islam/Islamische Studien biasanya mencoba untuk mengkaji Islam dari perpsektif insider (subjektif, orang Islam sendiri).

Sedangkan studi-Islam/Islamwissenschaft yang sebelumnya sudah ada dan di bawah Orientalische Seminar mencoba mengkaji Islam dari perpsektif outsider (objektif, bisa orang Islam atau orang non-Islam). (Bersambung)

*)Penulis sedang menempuh pendidikan di Goethe-Universität Frankfurt.

(Artikel ini sudah terbit di Jurnal Mlangi Volume IV No 4 Juli-November 2017)

Keterangan Foto HL: Suaradewan.com

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *